China Desak Diplomasi usai Rusia Akui Kemerdekaan Donetsk dan Luhansk
Duta Besar China untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Zhang Jun, mendesak solusi diplomasi untuk meredam ketegangan usai Rusia mengakui kemerdekaan wilayah Ukraina yang dikuasai separatis, Donetsk dan Luhansk.
"Seluruh pihak yang terlibat harus menahan diri dan menghindari melakukan aksi yang dapat memperparah ketegangan. Kami menyambut dan mendukung seluruh upaya untuk solusi diplomatik," ujar Zhang, sebagaimana dikutip AFP.
Sementara itu, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menilai penempatan pasukan Rusia di wilayah separatis Ukraina sebagai "omong kosong."
Ia juga mengatakan, pengakuan kemerdekaan terhadap wilayah separatis di Ukraina ini merupakan langkah Moskow untuk memulai perang.
Thomas-Greenfield menegaskan, konsekuensi dari tindakan Rusia ini "akan mengerikan, di seluruh Ukraina, di seluruh Eropa, dan di seluruh dunia."
"Presiden Rusia (Vladimir) Putin telah merusak Kesepakatan Minsk. Kami sudah jelas mengatakan kami tidak percaya ia (Putin) akan berhenti di sana," ucap Thomas Greenfield, seperti dilansir Reuters.
Namun, Dubes Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyampaikan bahwa pihaknya masih terbuka untuk solusi diplomatik untuk mengatasi masalah ini.
"Kami masih membuka jalan diplomasi untuk solusi diplomasi, tetapi, mengizinkan 'pertumpahan darah' di Donbas adalah sesuatu yang tidak ingin kami lakukan," kata Nebenzia dalam pertemuan PBB.
Desakan-desakan ini muncul setelah Putin mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka dengan nama Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.
Selain mengakui kemerdekaan dua wilayah ini, Rusia mengklaim berhak untuk membangun pangkalan militer di dua area tersebut. Mereka lantas mengerahkan pasukan ke wilayah tersebut.
(pwn/has/has)