Pakar ekonomi internasional dan Amerika Serikat mendesak Washington untuk memberikan kekayaan senilai US$7 miliar (Rp103 triliun) milik Afghanistan yang kini tersimpan di bank sentral AS.
Sebagaimana dilansir AFP, kekayaan tersebut dibekukan kala Taliban berkuasa atas negara itu setahun lalu.
"Kami sangat mengkhawatirkan penggabungan kehancuran ekonomi dan kemanusiaan yang terjadi di Afghanistan, dan khususnya, yang disebabkan oleh kebijakan AS," demikian pernyataan dari 71 pakar ekonomi dan pengembangan dalam sebuah surat ke Presiden Joe Biden dan Menteri Keuangan Janet Yellen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Rusia Nilai Israel Munafik hingga Kemlu Panggil Dubes Ukraina |
"Sebanyak 70 persen rumah tangga Afghanistan tak dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Sekitar 22,8 juta orang, lebih dari setengah populasi, mengalami ketidakamanan pangan, dan tiga juta anak-anak mengalami risiko malnutrisi," lanjut pernyataan ini.
Situasi ini menjadi semakin buruk kala AS menolak mengembalikan cadangan devisa Afghanistan senilai US$7 miliar (Rp103 triliun), pun aset Afghanistan senilai US$2 miliar (Rp29 triliun) yang dibekukan Inggris, Jerman, dan Uni Emirat Arab, kata mereka.
Selain berhadapan dengan krisis ekonomi dan pengeboman, warga Afghanistan juga menjadi korban bencana alam.
Lihat Juga : |
Tolo News melaporkan setidaknya 400 orang tewas dalam banjir yang melanda sejumlah wilayah Afghanistan pada Juni.
Banjir tersebut melanda Provinsi Kunar, Nangarhar, Nuristan, Laghman, Panjshir, Parwan, Kabul, Kapisa, Maidan Wardak, Bamiyan, Ghazni, Logar, Samangan, Sar-e-Pul, Takhar, Paktia, Khost, Daikundi dan area Salang.
Bisnis opium masih hidup dan berkembang di Afghanistan meski dilarang Taliban.
Sebagaimana diberitakan South China Morning Post, Taliban melarang budidaya opium mulai April 2022. Namun petani opium di sana terus menjual hasil panen mereka kepada penyelundup di pasar di Provinsi Helmand.
CNN melaporkan Afghanistan memproduksi sekitar 85 persen opium dunia pada 2020.
(bac/pwn/bac)