Tak hanya upacara, KBRI pun menggelar sederet lomba sebelum hari peringatan kemerdekaan tiba.
Di bidang olahraga, ada lomba bulutangkis, bolling dan tenis meja. Ada pula lomba tarik tambang, bakyak, dan perlombaan khusus untuk anak-anak.
Beberapa lomba khas Indonesia, mungkin yang tak ada panjat pinang, karena susah dan tak semua orang bisa melakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lomba itu tak mengenal kalangan. Saya ikut beberapa seperti bulutangkis dan tenis meja. Seru sekali. Ya, seru-seruan sembari olahraga, lumayan kan.
Saat berlomba, saya mendadak teringat semasa kecil di Padang Panjang, Sumatera Barat. Meskipun baru satu setengah tahun bertugas sebagai Duta Besar RI di Den Haag, rindu kepada Tanah Air tetap menyala di dada.
Lomba yang tak pernah saya lupakan adalah melintasi sebilah kayu atau dua utas tambang tanpa jatuh. Jika jatuh siap-siap bermandi lumpur.
"Hahaha kalau ngga lumpur, ya di sawah, atau masuk sungai" kenangku saat itu.
Saya pikir hampir semua anak Indonesia gembira menyambut peringatan kemerdekaan itu. Mereka pasti dengan antusias mengikuti lomba. Menang atau kalah bukan masalah.
Terpenting bagi mereka berpartisipasi dalam perlombaan dan berjumpa dengan teman-teman.
Selain di Den Haag, saya juga mendengar kabar sejumlah masyarakat Indonesia di kota lain di Belanda menggelar hal serupa.
Mereka turut mengadakan lomba tarik tambang, balap karung dan yang lain. Selain menyeramakan kemerdekaan RI, barangkali acara semacam ini menjawab rindu ke tanah air.
Kemeriahaan tahun ini semoga menjalar ke tahun-tahun mendatang.
Saya juga mendadak ingat, bagaimana kami tetap berusaha merayakan HUT RI ke-76 di tengah perbatasan dan gelombang Covid-19.
KBRI tetap menggelar sejumlah perlombaan, namun pesertanya terbatas. Hanya sekira 250 orang.
(isa)