Sekutu Putin: Invasi Rusia Terus Lanjut Meski Ukraina Batal Masuk NATO
Sekutu utama Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow tidak akan tidak akan menghentikan kampanye militernya di Ukraina bahkan jika Kyiv resmi membatalkan rencana bergabung dengan NATO.
Pernyataan tersebut disampaikan mantan presiden Dmitry Medvedev, pada Jumat (26/8) waktu setempat.
"Meninggalkan partisipasinya dalam aliansi Atlantik Utara sekarang penting, tetapi itu sudah tidak cukup untuk membangun perdamaian," kata Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev kepada televisi LCI, dikutip dari Reuters pada Sabtu (27/8).
Dalam wawancara dengan televisi Perancis, eks Presiden Rusia 2008-2012 itu mengatakan bahwa Moskow siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dengan syarat-syarat tertentu.
Rusia menjelaskan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak dapat diterima bahkan sebelum invasi berlangsung pada Februari silam.
Rusia, kata dia, akan melanjutkan kampanye sampai tujuannya tercapai. Putin mengatakan dia ingin "denazifikasi" Ukraina. Kyiv dan Barat mengatakan ini adalah dalih tak berdasar untuk melancarkan invasi ke Ukraina.
Rusia dan Ukraina mengadakan pembicaraan beberapa kali setelah invasi berlangsung. Kendati demikian, dialog dan negosiasi tidak membuat kemajuan apalgi menghentikan peperangan.
"Ini (pembicaraan) akan tergantung pada bagaimana peristiwa itu terjadi. Kami sudah siap sebelum bertemu (Zelenskiy)," kata Medvedev.
Tak hanya itu, Medvedev juga mengatakan senjata AS yang sudah dipasok ke Ukraina, seperti peluncur roket ganda HIMARS, tidak menimbulkan ancaman substansial.
Dia mengatakan itu bisa berubah apabila senjata yang dikirim AS bisa mengenai target pada jarak yang lebih jauh.
"Artinya ketika rudal semacam ini terbang 70 km, itu satu hal," kata dia.
"Tapi ketika itu 300-400 km, itu lain, sekarang itu akan menjadi ancaman langsung ke wilayah Federasi Rusia," sambungnya.
(pop/rds)