Sedikit menjelaskan soal perang hibrida, Hanita menuturkan, "perang hibrida tidak dideklarasikan dan tidak diumumkan. Berlangsung secara diam-diam."
Hanita juga menjelaskan bahwa dalam perang hibrida, negara tak perlu mengirimkan pasukan reguler dengan jumlah besar.
"Cukup pasukan khusus yang kecil tetapi efektif," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dalam perang hibrida, yang dikatakan musuh bersifat tidak standar, kompleks, dan cair.
"Musuh hibrida fleksibel dan beradaptasi dengan cepat, menggunakan sistem senjata canggih dan teknologi pengganggu lainnya, menggunakan komunikasi massa untuk propaganda," ujar Hanita lagi.
Sebagaimana The Economist, mantan tentara angkatan laut AS dan pengamat pertahanan, Frank Hoffman, mengungkapkan bahwa perang hibrida "menggabungkan beberapa model perang, termasuk kemampuan konvensional, taktik tak biasa, formasi, aksi terorisme termasuk kekerasan tanpa pandang bulu dan pemaksaan, pun masalah kriminal."
Sementara itu, Elisabeth Braw dari American Enterprise Institute menuturkan bahwa perang hibrida merupakan "penggunaan aksi permusuhan di luar zona konflik bersenjata untuk melemahkan negara musuh, entitas, atau aliansi" dan digabungkan dengan pertempuran langsung.
"Faktanya, setiap perang saat ini merupakan [perang] hibrida karena itu memiliki dimensi militer dan non-militer, seperti propaganda dan siber," kata Braw.
(pwn/bac)