Hubungan Amerika Serikat dan Arab Saudi kali ini semakin panas setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) memutuskan mengurangi produksi minyak.
OPEC+ merupakan organisasi yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia. Mereka beberapa waktu lalu memutuskan pengurangan produksi minyak hingga dua juta barel per hari untuk menstabilkan pasar energi global.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana dilansir Deutsche Welle, keputusan itu mengecewakan bagi Amerika Serikat.
Presiden Joe Biden mengancam bakal ada "konsekuensi" atas keputusan OPEC+ tersebut terhadap hubungan AS dan Saudi.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Perre juga mengatakan "jelas bahwa OPEC+ bersekutu dengan Rusia."
Di tengah situasi Washington dan Riyadh yang 'semakin panas', keduanya sebetulnya merupakan sekutu. Saudi merupakan salah satu pembeli alutsista AS.
Berdasarkan pemberitaan Middle East Eye, Saudi mendapatkan sekitar 70 persen persenjataan mereka dari AS. Riyadh juga merupakan pembeli terbesar AS di sektor penjualan militer asing (FMS).
Lantas, bagaimana sejarah hubungan kedua negara tersebut?
Pada 1931, AS mengakui Kerajaan Hijaz dan Nejd. Setahun setelahnya, kerajaan itu berubah menjadi Arab Saudi, dikutip dari Reuters.
Arab Saudi memberikan izin eksplorasi minyak kepada cabang perusahaan minyak AS, yakni Standard Oil of California. Perusahaan itu lalu berganti nama menjadi Aramco.
Mantan Presiden AS, Franklin D. Roosevelt, bertemu dengan Raja Saudi, Abdulaziz, di atas kapal USS Quincy di Terusan Suez. Pertemuan tersebut menjadi tanda kedekatan kedua negara selama beberapa dekade.
AS dan Saudi menyepakati Perjanjian Bantuan Pertahanan Bersama, yang pada akhirnya membuka jalan penjualan senjata Washington ke Riyadh.
Arab Saudi menerapkan embargo minyak negara-negara Arab ke Washington dan beberapa negara lain yang mendukung Israel dalam perang kala itu.
Pada 1974, saat embargo dicabut, harga minyak meningkat hampir empat kali lipat.
Arab Saudi dapat membantu pendanaan pertempuran Afghanistan melawan jajahan Uni Soviet berkat bantuan AS dan Pakistan.
Banyak warga Saudi, termasuk Osama bin Laden, yang mendapatkan dana bantuan dan bergabung dengan pejuang Afghanistan.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Sepupu Pangeran MbS Ancam AS dengan Jihad hingga PM Inggris Minta Maaf |
Arab Saudi menyelesaikan pembelian 100 persen saham Aramco.
Irak menginvasi Kuwait. Tahun berikutnya, pasukan pimpinan AS menggunakan pangkalan Saudi sebagai landasan peluncuran militer yang dikerahkan untuk membantu Kuwait.
Sebagian besar pasukan AS kemudian meninggalkan Riyadh, tapi masih banyak pula yang tetap tinggal.
Sebuah bom truk menewaskan 19 tentara Washington di kompleks militer AS di Khobar, Arab Saudi.
Ketua Al-Qaeda, Osama bin Laden, mendeklarasikan jihad melawan AS yang dianggap telah menduduki Saudi.
Pada 2001, Al-Qaeda membajak empat pesawat sipil. Dari 19 pembajak, 15 diantaranya merupakan warga Saudi.
Mereka kemudian secara sengaja menabrakkan dua pesawat ke menara World Trade Center di New York. Pesawat ketiga menabrak gedung Pentagon, dan yang keempat jatuh di Pennsylvania.
Imbas insiden itu, sekitar 3.000 orang tewas
Namun, Saudi selalu membantah terkait atau mengetahui serangan tersebut. Klaim ini kemudian diperkuat dengan pernyataan salah satu komisi pemerintahan AS pada 2004 lalu, yang mengklaim tak menemukan bukti Saudi terlibat langsung dalam pendanaan kelompok Al-Qaeda.
AS menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal. Mereka lalu mengerahkan pasukan ke negara itu.
Arab Saudi melawan invasi AS di Irak. Negeri Paman Sam kemudian menarik semua pasukannya dari Saudi.
Lanjut baca di halaman berikutnya...