Lula Presiden Brasil, Kenapa Sayap Kiri Berjaya di Amerika Latin?

isa | CNN Indonesia
Kamis, 03 Nov 2022 12:59 WIB
Lula Da Silva dari Partai Buruh jadi Presiden Brasil, kenapa sejumlah gerbong sayap kiri makin berjaya di Amerika Latin?
Lula da Silva saat memimpin kaum buruh Brasil, kini kembali terpilih jadi Presiden negara itu. (AFP/CLAUDINEI PETROLI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemimpin Partai Buruh, Lula da Silva, menang tipis dari petahana Jair Bolsonaro dalam pemilihan presiden Brasil pada akhir pekan lalu.

Keberhasilan ini disebut memperkuat penaklukan sayap kiri di Amerika Latin.

Dalam pemungutan suara itu, Lula mengantongi 50,9 suara, sementara Bolsonaro 49,1 persen. Kemenangan Lula memperjelas peta politik kawasan yang menyerupai era 2000-an. Ketika itu, Gelombang Merah Jambu menguasai Amerika Latin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gelombang Merah Jambu atau pink tide merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan persepsi negara-negara demokrasi di Amerika Latin beralih ke pemerintahan sayap kiri dan menjauhi neoliberal. Sederhananya, pink tide adalah kembali ke Kiri.

Namun, sejumlah pengamat menilai ada penggambaran yang berbeda antara kemenangan kelompok kiri hari ini dengan dua dekade sebelumnya.

[Gambas:Video CNN]

"Ini bukan karena warga Amerika Latin menjadi lebih kiri. Saya rasa tak ada bukti yang mendukung itu," kata pengamat dari Inter-American Dialogue, Michael Shifter, seperti dikutip AFP, Senin (31/10).

Honduras hingga Argentina Dikuasai Sayap Kiri

Dalam siklus terbaru, negara-negara Amerika Latin berhasil menggeser partai petahana yang notabene sayap kanan dan kanan tengah.

Honduras, Bolivia, dan Argentina adalah contoh negara di kawasan itu yang kini dikuasai sayap kiri. Pada Juni lalu, Kolombia juga menyusul di posisi ini.

Shifter mengatakan banyak pemilih condong ke kiri karena masalah ekonomi dan dampak pandemi Covid-19.

Para pemilih di seluruh dunia merasa diabaikan, bahkan direndahkan oleh kemapanan politik di tengah kemiskinan dan kesenjangan yang semakin meningkat.

"Ini lebih merupakan tren penolakan daripada apapun, orang mencari alternatif. Kebetulan kita berada di masa itu di Amerika Latin, di mana banyak orang menolak pemerintah dari sayap kanan atau kanan tengah," ungkap Shifter.

Senada, Pengamat politik di Sekolah Administrasi Bisnis Sao Paulo Getulio Vargas Foundation, Guilherme Casaroes kemudian gelombang Merah Muda di Amerika Latin.

Menurut dia, pemerintah sayap kiri hari ini di kawasan tersebut, sangat berbeda satu sama lain.

"Anda memiliki pemerintahan otoriter di Nikaragua dan Venezuela, kami punya populis sayap kiri di Meksiko, kami memiliki pemerintahan yang relatif lemah di Chili dan Kolombia dan Argentina," ungkap dia.

Pengamat dari lembaga think tank International Crisis Group, Leonardo Paz, juga punya penilaian yang sama.

"Belokan ke kiri ini kurang terkoordinasi, dibandingkan dengan gelombang merah muda pertama," ujar dia.

Paz menilai tren itu terjadi karena pemimpin di sebagian negara Amerika Latin gagal memberikan perubahan.

Lanjut baca di halaman berikutnya...

Gelombang Optimistis

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER