Lula da Silva menang tipis atas petahana Presiden Brasil Jair Bolsonaro dalam pemilihan umum pada Minggu (31/10) lalu. Ia akan dilantik pada Januari mendatang.
"Mulai 1 Januari 2021, saya akan memimpin 245 juta warga Brasil, tak hanya bagi orang yang mendukung saya. Tak ada dua Brasil, kita satu negara, satu penduduk, satu bangsa yang hebat," kata Lula seperti dikutip CNN.
Lula memperoleh 50,9 persen suara atau 60 juta dari total penduduk, sementara Bolsonaro 49,1 persen atau 58 juta jiwa. Kemenangan ini disebut turut memperkuat kebangkitan sayap kiri di Amerika Latin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana masa depan Brasil nantinya di tangan Lula?
Kemenangan Lula tak berjalan mulus. Tak lama setelah Mahkamah Agung mengumumkan hasil pemilu pendukung Bolsonaro menggelar aksi di hampir seluruh Brasil.
Aksi itu kemudian berujung pada kerusuhan. Di Sao Paulo demo bahkan menyebabkan macet parah. Pihak berwenang sampai harus membatalkan banyak penerbangan lantaran kru pesawat dan pilot tak bisa mencapai bandara tepat waktu.
Penolakan itu tampak menghambat langkah Lula di masa depan, tetapi di saat yang sama ia harus memenuhi harapan para pendukungnya, demikian menurut profesor hukum dan hak asasi manusia di sekolah bisnis di Sao Paulo Thiago Amparo.
"Banyak warga pergi ke tempat pemungutan suara berharap, tak hanya menyingkirkan Bolsonaro, tetapi kenangan masa ekonomi yang lebih baik selama pemerintahan Lula sebelumnya," kata Amparo.
Lula pernah menjadi presiden Brasil selama 2003-2010. Di periode itu, ia dianggap mampu mengangkat 30 juta warga keluar dari kemiskinan.
Selain itu, banyak pemilih berharap ia mengubah Undang-Undang (UU) Reformasi Tenaga Kerja 2017 sehingga hak dan manfaat pekerja bisa bisa dinegosiasikan dengan perusahaan.
Politisi yang pernah menjadi buruh itu sempat mengatakan bakal mencabut UU tersebut. Namun, baru-baru ini, Lula merevisi pernyataannya dengan meninjau ulang aturan tersebut usai panen kritik dari perusahaan swasta.
Saat kampanye Lula berjanji akan mendorong Kongres agar menyetujui reformasi pajak. Langkah ini untuk membebaskan masyarakat dengan penghasilan rendah untuk membayar pajak penghasilan.
Gagasan tersebut didukung salah satu yang sempat menjadi rivalnya dalam pemilu kali ini, Simone Tebet, dan sejumlah ekonom ternama yang dihormati investor.
Namun, Lula akan membutuhkan perjuangan yang lebih untuk merealisasikan agendanya terutama di kursi Kongres.
Dalam pemilihan legislatif terakhir, sayap kanan Partai Liberal mendominasi kursi Kongres dengan 99 kursi. Sementara itu di Senat, tercatat 14 anggota dari sayap kanan.
Mereka disebut tak terbuka untuk negosiasi dan tak mudah dihadapi. Ini tentu menjadi PR sendiri bagi Lula.
Anggota Kongres dari asal partai Lula, Partai Buruh, tercatat 68 kursi, sedangkan anggota Senat tujuh hingga delapan kursi.
Di pemilihan legislatif yang akan datang, sayap kanan dan sayap kanan tradisional disebut masih akan mendominasi.
Seorang ilmuwan politik di lembaga pemikir Cebrap Camila Roscha menilai gesekan itu akan memerlukan banyak kompromi.
Menurut dia, Partai Liberal akan memiliki jumlah tertinggi perwakilan dan sekutu penting dan akan membuat oposisi nyata terhadap pemerintah.
"Partai Buruh harus menabur koalisi dengan [partai sayap kanan tradisional] União Brasil untuk memerintah, yang berarti negosiasi kementerian dan posisi kunci [bagi mereka]," kata Rocha.
Lanjut baca di halaman berikutnya...