Nabi Muhammad dikenal sebagai sosok yang ahli berdiplomasi. Semasa hidupnya, ia banyak melakukan upaya untuk menjalin persatuan dan hubungan baik dengan berbagai bangsa, termasuk internasional.
Rasulullah memang berusaha menjamin perdamaian dan stabilitas dalam pemerintahannya.
Salah satu keunggulan diplomasi yang pernah dilakukan Nabi Muhammad yaitu saat peristiwa Hajar Aswad, kala beliau berusia sekitar 35 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, suku Quraisy, selaku penjaga Ka'bah, ingin memugarkan rumah Allah tersebut. Berbagai kabilah dari suku itu pun bahu membahu membantu pembangunan kembali Ka'bah.
Lihat Juga :![]() SEJARAH AWAL ISLAM DI SAUDI Kenapa Suku-suku Yahudi Terusir dari Saudi pada Era Nabi? |
Suatu ketika, saat Ka'bah sudah hampir selesai dibangun, tinggal batu Hajar Aswad yang belum diletakkan ke tempat semula.
Berbagai kabilah itu lantas saling tunjuk diri, ingin mendapat kehormatan mengangkat Hajar Aswad. Perselisihan pun terjadi selama empat atau lima hari, seperti ditulis Martin Lings dalam Muhammad.
Ketegangan itu memuncak sampai muncul kubu-kubu dan nyaris terjadi pertumpahan darah.
Salah seorang yang tertua di antara orang Quraisy menyarankan agar mereka menjadikan orang pertama yang memasuki kompleks sekitar Ka'bah untuk menjadi penengah. Ternyata, Nabi Muhammad yang menjadi orang pertama tersebut.
Kaum Quraisy senang karena selama ini menganggap Rasulullah sebagai orang yang dapat dipercaya atau Al Amin. Mereka menyatakan menerima segala keputusan Nabi Muhammad.
Setelah mendengar kondisi yang sebenarnya, Nabi Muhammad kemudian meminta mereka memberinya selembar kain. Kain itu dibentang di atas tanah dan batu Hajar ditaruh di tengahnya.
Lihat Juga :![]() SEJARAH AWAL ISLAM DI SAUDI 3 Kabilah Yahudi Musuh Nabi Muhammad pada Awal Islam di Saudi |
"Silakan setiap kabilah memegang ujung kain itu," kata Rasulullah.
Kaum Quraisy secara serentak mengangkat batu itu bersamaan. Setibanya di tempat penyimpanan Hajar Aswad, Nabi Muhammad mengambil batu itu lalu meletakkannya di pojok. Pemugaran Ka'bah pun dilanjutkan hingga rampung.
Selain peristiwa Hajar Aswad, Nabi Muhammad juga pernah melakukan diplomasi di awal masa hijrah ke Yatsrib yang kemudian dikenal dengan Madinah. Saat itu, Nabi menyadari perlunya menjalin hubungan baik dengan berbagai suku Arab yang belum memeluk Islam.
Nabi pun berinisiatif membuat kesepakatan damai dengan kabilah-kabilah yang berada di sekitar Kota Madinah. Di antara mereka yang menandatangani perjanjian antara lain Bani Damrah, Bani Ghifar, Bani Mudlij, Banji Abd Ibn Adiy, Juhannah, Muzainah, dan Amir Ibn Ikramah.
Rasulullah nyatanya tak cuma meraih tetangga dekat Madinah. Beliau juga menjalin persahabatan dengan suku-suku di Najd, Yammah, Oman, Hadramut, Bahrain, Yaman, Jarbah, Azrah, Aylah, Qadaaha, dan Dumat Al Jandal, seperti dikutip Institut Kefahaman Islam Malaysia.
Lihat Juga :![]() SEJARAH AWAL ISLAM DI SAUDI Kisah Pasukan Pemanah Nabi Muhammad di Perang Uhud |
Di tengah upaya diplomasinya, Nabi Muhammad juga menulis surat kepada berbagai pemimpin kekuatan asing di sekitar Hijaz (Arab Saudi). Setiap surat dibawa secara pribadi oleh sahabat yang bertindak sebagai utusan khusus Nabi, seperti dikutip dari situs Institut Kefahaman Islam Malaysia.
Berbagai tanggapan pun diterima Rasulullah. Ada yang tersentuh hingga memeluk Islam seperti Raja Negus Al Asham, Al Munzir, Houza ibn Ali dan Marwa ibn Amr Khaza'i.
Ada pula yang memperlakukan utusan Nabi secara hormat dan mengirim hadiah niat baik kepada Rasulullah, meski tidak memeluk Islam seperti Muqauqis dari Mesir.
Kemudian, ada pula yang marah karena dikirimi surat, tapi masih memperlakukan utusan khusus dengan baik dan mengirim mereka pulang dengan selamat seperti yang dilakukan Munzir dari Damaskus.
Respons yang paling buruk yakni ditunjukkan oleh Raja Khusroe dari Persia yang menolak surat-surat itu, memperlakukan utusan dengan buruk, dan menyewa pemburu untuk menangkap Nabi.
Terlepas dari tanggapan yang diterima Nabi, beliau terus menjalin hubungan diplomatik dengan para pemimpin lain karena Nabi percaya bahwa stabilitas di Hijaz sangat penting dalam memastikan perdamaian dan harmoni.
Lanjut baca di halaman berikutnya...