Petahana Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengklaim negaranya punya hubungan 'khusus' dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN jelang pemilu presiden Turki putaran kedua, Erdogan menyebut hubungannya dengan Putin berkembang, meski ada tekanan ke Moskow untuk meningkatkan sanksi pada negara-negara Barat.
"Kami tidak berada pada titik di mana kami akan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, seperti yang dilakukan Barat. Kami tidak terikat oleh sanksi Barat," kata Erdogan seperti dikutip CNN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, "Kami adalah negara kuat dan memiliki hubungan positif dengan Rusia, Rusia dan Turki saling membutuhkan di setiap bidang yang memungkinkan."
Erdogan mengaku akan melipatgandakan hubungannya dengan Putin, dan menurutnya negara Barat juga harus mengikuti langkah yang diambil Turki.
"Barat tidak memimpin pendekatan yang seimbang. Anda membutuhkan pendekatan yang seimbang dengan negara seperti Rusia, karena lebih menguntungkan," kata dia.
Sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022, Turki muncul sebagai perantara kekuatan utama. Turki juga menjadi kekuatan penyeimbang antara Rusia dan Ukraina, yang dikenal sebagai 'netralitas pro-Ukraina'.
Erdogan juga membantu menengahi kesepakatan penting yang dikenal sebagai Black Sea Grain Corridor Initiative, dengan membuka jalan bagi jutaan ton gandum yang tidak bisa didistribusikan akibat invasi Rusia ke Ukraina.
"Ini mungkin terjadi karena hubungan khusus kami dengan Presiden Putin," ujar Erdogan.
Nilai perdagangan antara Rusia-Turki mencapai US$62 miliar per tahun. Erdogan juga membantu mengamankan pertukaran tawanan perang Ukraina-Rusia, juga menampung beberapa tawanan perang Ukraina yang dibebaskan di Turki.
Menjelang pilpres Turki putaran kedua pada 28 Mei mendatang, Erdogan optimis akan menang.
"Ini adalah pengalaman baru bagi demokrasi Turki. Saya percaya rakyat akan muncul untuk demokrasi yang kuat dalam pemilu mendatang," ungkapnya.
Pada pilpres Turki putaran pertama Minggu (14/5) lalu, baik itu Erdogan maupun rival politiknya dari kubu oposisi Kemal Kilicdaroglu, gagal mendapatkan suara mayoritas atau lebih dari 50 persen.
Berdasarkan penghitungan sementara, Erdogan unggul lima poin atas Kilicdaroglu. Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) pimpinan Erdogan juga berkuasa memenangkan mayoritas suara parlemen.
(dna)