Sengketa Ambalat memuncak pada awal tahun 2000-an, terutama pasca-keputusan Mahkamah Internasional pada 2002 yang memenangkan Malaysia dalam sengketa Sipadan dan Ligitan. Sejak saat itu, Malaysia semakin aktif menunjukkan klaimnya atas wilayah Ambalat.
Pada 21 Februari 2005, ketegangan memuncak saat 17 warga Indonesia ditangkap kapal perang Malaysia KD Sri Malaka di Karang Unarang, wilayah yang diklaim masuk Ambalat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insiden serempetan antara kapal perang juga terjadi pada 8 April 2005 antara KRI Tedong Naga dan Kapal Diraja Rencong milik Malaysia.
Untuk meredam eskalasi militer, TNI mengeluarkan kebijakan pada 21 April 2005 bahwa kapal Indonesia hanya boleh menembak jika diserang lebih dahulu.
Namun, pelanggaran tetap terjadi. Antara Januari, Juni 2009, Indonesia mencatat 13 kali pelanggaran kapal dan pesawat militer Malaysia memasuki wilayah Ambalat.
TNI merespons dengan pengerahan 130 personel marinir dan menyiagakan sejumlah kapal perang di kawasan tersebut.
Pada 25 Mei 2009, kapal perang Malaysia kembali masuk ke wilayah Ambalat sebelum akhirnya diusir oleh KRI Untung Suropati.
Ketegangan ini mendorong pernyataan keras dari Hatta Rajasa, Menteri Sekretaris Negara saat itu, bahwa Indonesia tidak akan melepas Ambalat sejengkal pun.
Meski berbagai perundingan bilateral telah digelar, hingga kini belum ada kesepakatan final antara kedua negara terkait batas maritim di Ambalat.
Malaysia dalam peta tahun 1979 mencantumkan ND6 dan ND7 sebagai bagian dari Laut Sulawesi yang diklaim masuk wilayah Sabah.
Padahal, Indonesia menyatakan wilayah tersebut merupakan bagian dari perairan Ambalat yang belum pernah disepakati secara bilateral.
Pemerintah Indonesia mengkhawatirkan bahwa penggunaan istilah "Laut Sulawesi" oleh Malaysia bisa menjadi bentuk normalisasi klaim wilayah secara sepihak.
Ambalat kini kembali menjadi sorotan setelah pernyataan resmi kedua negara yang mempertegas klaim masing-masing.
Meski belum terjadi ketegangan fisik seperti pada dekade sebelumnya, isu ini menuntut keseriusan diplomasi agar tak kembali memicu konflik terbuka di perbatasan laut Indonesia-Malaysia.
(bac)