Mengapa Kita Membeku Ketika Takut?

Deddy S | CNN Indonesia
Jumat, 13 Okt 2017 11:36 WIB
Ada tiga respons kalau menghadapi sesuatu yang menakutkan. Pertama, melawan ketakutan itu; kedua kabur melarikan diri; dan ketiga, membeku. Mengapa membeku?
Ilustrasi (Foto: pixabay/pezibear)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekarang sedang ramai-ramainya film horor. Bicara tentang film horor, tentu bicara soal sesuatu yang menakutkan. Pertanyaannya, kalau kamu ketakutan bagaimana responsmu?

Fakta mencatat, ada tiga respons kita kalau menghadapi sesuatu yang menakutkan. Pertama, melawan ketakutan itu; kedua kabur melarikan diri; dan ketiga, membeku.

Melawan atau kabur adalah reaksi bertahan hidup yang primitif. Begitu otak mendeteksi bahaya atau ancaman, adrenalin akan mengalir deras di pembuluh darah kita, meningkatkan detak jantung, memompa darah ke otot, dan mengarahkan perhatian kita pada fokus tunggal: melawan atau kabur.

Kita begitu fokusnya sehingga kita tak bisa memproses detail ancaman itu. Misalnya, tiba-tiba ada ular jatuh dari langit-langit, dalam kondisi itu, kita akan abai pada warna ular itu, atau bahkan karena responsnya begitu cepat, kita sampai tak ingat bagaimana cara kita kabur tadi.

Nah, respons ketiga ini menarik: membeku. Seberapa banyak dari kalian pernah mengalaminya? Membeku ketika merasa melihat hantu, misalnya? Tapi tak cuma gara-gara kejadian seperti itu kita bisa membeku.

Respons ini, menurut ahli, seperti dilansir Popular Science baru-baru ini, sebetulnya perpanjangan atas respons kekagetan kita. Saat ada kejadian tak terduga, ada kejutan yang kita alami. Nah kita perlu berhenti dan memproses penyebab kekagetan itu. Kita butuh sedikit waktu untuk memutuskan: melawan atau lari.

Dalam kondisi membeku macam itu, mata kita akan melebar untuk memperbaiki penglihatan perifer, supaya dapat memproses lingkungan di sekitar dengan lebih baik. Kita akan membuka mulut dan megap-megap, bersiap-siap untuk menjerit dan/atau berlari.

Saat terkejut, kita akan berhenti dan mencurahkan seluruh energi untuk memutuskan apakah yang ada di depan itu ancaman, lelucon, atau insiden yang tidak berbahaya. Dalam beberapa kasus, membeku adalah perpanjangan respons keterkejutan.

Respons membeku akan panjang atau terasa lumpuh, ketika kita mendapati tidak ada jalan keluar untuk lari atau bahkan kita takkan sanggup untuk melawan. Kita dikuasai sehingga merasa terjebak, sebab tak ada pilihan kabur atau bertempur.

Ini sering terjadi pada para pemburu hewan buas yang bersirobok pandang dengan hewan buas macam harimau besar. Respons otak primitif kita adalah bermain “playing dead”. Membeku seperti mati. Seperti yang dilakukan sejumlah hewan saat bertemu predatornya. Dengan harapan si predator kehilangan minat dan pergi.

Tapi membeku juga disebut punya manfaat secara psikologis. Mereka yang membeku karena suatu peristiwa yang bikin trauma, dilaporkan hanya sedikit mengingat pengalaman itu. Sebagai contoh, dalam kasus pemerkosaan atau penyerangan brutal, membeku itu mematikan sistem atensi, sehingga kita tidak memproses apa yang sedang terjadi pada diri kita. Kejadian yang begitu mengejutkan, begitu luar biasa, tidak masuk akal, sehingga kita mengalami situasi yang disebut “red out” di mana emosi yang kuat menghalangi kita menyimpan informasi trauma yang kita alami. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER