ANALISIS

Menyandang Status Tersangka, Akankah Ahok Tamat di Pilkada?

Raja Eben Lumbanrau | CNN Indonesia
Kamis, 17 Nov 2016 07:38 WIB
Di beberapa negara, politikus dengan status tersangka akan malu, bahkan mengundurkan diri dari jabatannya. Di Indonesia berbeda, politikus seakan selalu benar.
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Ahok-Djarot, serta tim sukses Ruhut Sitompul saat memberikan keterangan pers di Rumah Lembang, Menteng. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama karena menyitir surat Al Maidah ayat 51.

Status tersangka itu tidak otomatis menggugurkan status Ahok, panggilan Basuki, sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Ahok masih bisa bertarung memperebutkan kursi nomor satu di ibu kota.

Penetapan tersangka itu juga tak membuat Ahok jatuh, sebaliknya, ia membangun semangat mengejar target menang satu putaran.

"Ingat, 15 Februari pemilihan, kami tetap ikut jadi tolong pendukung kami tetap datang ke TPS untuk memenangkan kami satu putaran," kata Ahok saat konferensi pers di Rumah Lembang, Rabu (16/11).

Senada dengan itu, pendamping Ahok, Djarot Saiful Hidayat menyatakan, status tersangka Ahok semakin memperkuat dukungan. Tim pemenangan akan bekerja lebih giat untuk memenangkan Ahok.

"Kami semua menerima, tentunya ini akan semakin menyolidkan dan menguatkan kepada seluruh elemen pendukung Basuki-Djarot untuk bekerja lebih keras lagi dan menang dalam satu putaran," kata Djarot.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah satu putaran realistis untuk Ahok? Apa dampak politik status tersangka Ahok di Pilkada Jakarta?

Ahok di Ujung Tanduk

Menurut pengamat politik Universitas Indonesia Maswadi Rauf, penetapan Ahok sebagai tersangka telah menamatkan karir politik mantan Bupati Belitung Timur itu di Pilkada Jakarta.

"Secara politik, Ahok sudah habis, tamat dan sangat dirugikan karena jadi tersangka. Nama Ahok sudah rusak," kata Maswadi saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Maswadi menambahkan, status tersangka memiliki arti, yaitu seseorang dinilai oleh penegak hukum telah melakukan pidana.

Penilaian itu, lanjut Maswadi, memunculkan pandangan negatif di masyarakat. Integritas politikus pun akan dipertanyakan. Untuk itu, di beberapa negara, politikus yang jadi tersangka akan malu dan mengundurkan diri dari jabatannya.

"Politikus harus punya integritas diri. Salah satu ciri integritas adalah menjaga kehormatan diri, dan memiliki rasa malu yang besar. Tapi di Indonesia tak normal. Ahok yang jadi tersangka malah ngotot dan anggap diri bisa menang satu putaran. Seakan-akan status tersangka tak punya makna," katanya. 

Maswadi mengatakan, kasus Ahok merupakan pembelajaran penting bagi pemimpin dan pemilih Indonesia agar berhati-hati dalam bersikap, baik dalam mengeluarkan pendapat maupun memberikan suara politiknya.

"Itu harus menjadi pendidikan pemilih, memilih orang yang bersih, yang punya prestasi, kemampuan, program," katanya. 

Pengamat politik Universitas Padjajaran, Idil Akbar melihat sedikit berbeda. Menurutnya, citra dan elektabilitas Ahok memang akan mengalami penurunan signifikan usai ditetapkan sebagai tersangka. Namun, bukan berarti peluang Ahok untuk menang telah hilang. Bahkan, dia mempunyai peluang besar. 

"Ahok masih berpotensi menang walaupun kerjanya sangat ekstra. Ia pun harus mengubah strateginya. Salah satu kemungkinannya adalah menggunakan strategi sebagai korban," katanya.

Idil mengatakan, Ahok akan memainkan strategi politik sebagai korban, yang bertujuan mempengaruhi persepsi masyarakat sehingga terlihat sebagai korban. Dalam strategi ini, sasarannya  bukan logika atau rasional, tapi perasaannya. 

Strategi itu, menurut Idil, sangat sukses dilakukan oleh Presiden Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhoyono saat pemilihan presiden yang lalu.

"Ahok akan menjadi pusat pemberitaan. Berita positif atau negatif, dalam politik akhirnya menjadi positif. Melalui pemberitaan, Ahok akan mengubah mindset orang Jakarta sehingga menganggap Ahok korban, bukan pelaku. Ia akan menggerakkan sumberdaya relawan, mesin politik, dan media massa," katanya. 

Peneliti politik the Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat tiga tantangan ke depan bagi Ahok usai ditetapkan menjadi tersangka.

Pertama, meyakinkan pemilih setianya untuk tidak berpaling. Kedua, merebut pemilih yang belum menemukan pilihan. Ketiga, menjaga partai pengusung dan mesinnya untuk solid.

"Ahok juga harus mengawasi pergerakan para rivalnya yang sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye," kata Arya.  

Optimisme

Menurut Sekretaris Tim Pemenangan Ahok-Djarot, TB Ace Hasan Syadzily, status tersangka Ahok tak mengubah strategi pemenangan yang telah dibuat. 

"Kita jalan saja dengan strategi kampanye yang sudah ditetapkan, tidak ada perubahan, seperti biasa saja. Jadi tidak terganggu dengan penetapan tersangka ini. Target satu putaran masih berlaku," kata Ace.

Senada dengan itu anggota bidang khusus tim pemenangan Masinton Pasaribu mengatakan, status tersangka Ahok pun tak mempengaruhi elektabilitas dan cara kampanye pasangan Ahok-Djarot ke depannya.

"Kami tetap bergerak mendatangi masyarakat, menyampaikan capaian-capaian hasil kerja Pak Ahok dan djarot pimpin Jakarta," kata Masinton.

Menurutnya, Tim Pemenangan sudah memperhitungkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi dan sudah direncanakan. Namun, Masinton tak mau menjelaskan rencananya.

"Intinya agenda tetap, baik itu komunikasi dengan paslon, baik juga partai pendukung, maupun para relawan. Semua tetap bergerak, baik sebelum ada keputusan status hukum, maupun tidak. kita juga sudah hitung kemungkinan terburuk," katanya.
Massa tak dikenal kerap mengadakan aksi menolak Ahok pada saat agenda blusukannnya. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)Massa tak dikenal kerap mengadakan aksi menolak Ahok pada saat agenda blusukannnya. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Akhir atau Awal Baru

Elektabilitas Ahok di pertengahan tahun ini begitu tinggi, hampir 50 persen. Dipoles sedikit, jika pilkada dilakukan saat itu, Ahok bisa menang satu putaran.

Namun, perlahan, suara dukungan Ahok menurun. Isu penggusuran hingga reklamasi Teluk Jakarta, menggerus elektabilitas Ahok hingga titik 30 persen.

Berdasarkan survei bulan September hingga Oktober 2016 yang dilakukan enam lembaga, elektabilitas Ahok terus menurun, sedangkan saingannya merangkak naik.

November 2016, menjadi bulan terberat bagi Ahok. Dua peristiwa besar menghantamnya, yaitu demo puluhan ribu orang pada 4 November, dan penetapannya sebagai tersangka penistaan agama.

Memang belum ada survei yan menunjukan elektabilitas Ahok terpengaruh oleh kejadian itu. Namun, beberapa pengamat politik serentak beranggapan sama, elektabilitas Ahok menurun. Penurunannya tajam atau tidak, belum diukur secara ilmiah.

Penetapan Ahok sebagai tersangka bisa menjadi akhir atau awal baru perjalanan politik Ahok di Pilkada Jakarta. Semua itu tergantung bagaimana Tim Pemenangan Ahok memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki dan mengubah kelemahan itu menjadi kekuatan. (rel/yul)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER