ANALISIS

Transformasi Peran Artis di Pilkada Jakarta

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 17 Nov 2016 13:29 WIB
Peranan artis dalam kampanye tak hanya sekadar sebagai 'pemanis' namun juga diharapkan dapat meraup dukungan suara dalam Pilkada DKI 2017.
Calon gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono ditemani istrinya Anissa Pohan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan artis tak mau ketinggalan menyemarakkan gelaran Pilkada DKI Jakarta 2017. Geliat kehadiran mereka bahkan sudah bisa dirasakan sebelum masa kampanye dimulai pada Jumat, 28 Oktober lalu.

Pasangan nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat terlebih dulu mengenalkan artis yang turut akan memeriahkan kampanye mereka. Ia adalah Sophia Latjuba yang didapuk sebagai salah satu juru bicara.

Tak lama, artis Titi Radjo Bintang ikut memperkuat barisan artis yang mendukung Basuki (Ahok)-Djarot. Sama halnya seperti Sophia, Titi juga berperan sebagai salah satu juru bicara.

Pasangan nomor urut satu, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni diperkuat Annisa Pohan sebagai tim yang memegang media sosial.

Annisa yang juga istri Agus memiliki daya pikat tersendiri ketika Agus bersosialisasi dengan warga Jakarta sebelum masa kampanye dimulai.

Belum lagi kehadiran Jane Shalimar di barisan relawan. Meski tak menjadi juru bicara, Jane bahu membahu dengan relawan Barisan Teman Agus-Sylvi (Batas) untuk memenangkan pasangan yang diusung Poros Cikeas itu.

Pasangan nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno juga tak mau kalah. Meski tercatat hanya Pandji Pragiwaksono sebagai satu-satunya juru bicara dalam kalangan artis, tim Anies-Sandi masih menyiapkan 'kejutan'.

Kejutan itu muncul dengan kehadiran Cici Paramida di tengah kampanye Anies di Jakarta Utara. Selain itu, masih ada pula nama Olla Ramlan.

Meski tak menjadi juru bicara dan tim sukses, Olla disebut akan dilibatkan Anies-Sandi dalam tim yang merumuskan ekonomi kreatif di Jakarta. Walaupun hingga kini, Olla belum menjawab tawaran itu.

Beda Tren, Beda Peran

Sekretaris Tim Pemenangan Anies-Sandi, Syarif menilai peran artis tidak serta merta dapat dikorelasikan dengan peraihan suara pada masa pencoblosan 15 Februari mendatang.

Peran artis dalam politik, dinilai Syarif dibagi dua, sebagai penghibur (entertainer) dan juga penarik suara (vote getter).

"Politik itu kan seni, seni mengartikulasi pikiran. Kalau misalnya artis dipandang punya potensi mengartikulasikan, jadi tuh bisa sebagai entertainer. Tapi kalau untuk nyoblos atau vote getter sepertinya tidak," ujar Syarif di Sekretariat tim pemenangan Anies-Sandi, di Jakarta saat ditemui beberapa waktu lalu.

Menurut Syarif, saat ini terjadi perubahan tren peran artis di pilkada. Pada 2012 lalu, Syarif menyebut artis mampu menarik massa untuk mengajak memilih calon tertentu.

Namun, saat ini menurutnya hal itu tak bisa dilakukan. Sebab, persoalan di lapangan kini sudah berbeda dan tak bisa diatasi artis untuk berperan sebagai vote getter.

Sophia Latjuba ketika menemani Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkegiatan. Mulai dari meresmikan RPTRA hingga bekerja di Kantor Balai Kota, Selasa (18/10). (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)Sophia Latjuba ketika menemani Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkegiatan. Mulai dari meresmikan RPTRA hingga bekerja di Kantor Balai Kota, Selasa (18/10). (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)
"Sekarang nih isu yang mengkristal di lapangan sudah dalam bentuk lovers Ahok, dan haters Ahok. Artis tidak bisa mengatasi itu," ucapnya.

Kedua kubu yang bertolak belakang itu saling memperebutkan massa mengambang (swing voters) untuk segera menentukan pilihannya. Meski populer, artis dinilai tak mampu mengatasi persoalan tersebut.

Walaupun belum berencana memperkuat tim sukses dengan artis baru, Syarif mengaku pihaknya masih menunggu respons warga selama kampanye.

"Kalau diminta berarti harus kami siapkan, tapi dalam konteks bukan vote getter ya, entertainer saja," ujarnya.

Pernyataan ini sedikit bertolak belakang dengan Ketua DPC Gerindra Jakarta Utara yang merangkap sebagai ketua tim sukses wilayah itu S. Andyka.

Kehadiran Cici dalam kampanye Anies kemarin, menurut Andyka sudah menjadi alasan kuat untuk mengajak pedangdut itu masuk ke dalam jajaran tim sukses.

Tidak tanggung-tanggung, Cici direncanakan menjadi maskot dan vote getter untuk menyaingi Annisa Pohan, dan bukan hanya sebagai juru bicara.

"Bukan jubir aja, ngapain (cuma jadi jubir). Kalau kami bisa maksimalkan lebih untuk apa (cuma jadi jubir)? Dan saya yakin, saya lihat dia punya potensi yang bagus," ujar Andyka dalam perbincangan akhir Oktober lalu.
Cici Paramida yang ikut membantu kampanye Anies-Sandi. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)Cici Paramida yang ikut membantu kampanye Anies-Sandi. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Artis di Media Sosial

Wakil Ketua Tim Media Anies-Sandi Naufal Firman Yusak, menyatakan tidak secara khusus mengajak atau menargetkan artis tertentu sebagai cara menggaet pemilih di media sosial.

"Oh tidak, kami natural saja, tidak ada yang direkayasa. Kalau kemudian publik figur A bergabung sama kami, karena memang ada kesamaan gagasan, bukan karena alasan lain atau transaksional," tutur Firman di Sekretariat Tim Pemenangan baru-baru ini.

Namun, kata Firman, bukan berarti tim media sosial menolak kehadiran artis. Ia mempersilakan jika barisan relawan yang memiliki jaringan dengan artis, untuk mengajak turut serta berpartisipasi pada kampanye di media sosial.

Kehadiran kalangan artis untuk 'memoles' pasangan calon yang berkompetisi, tetap kembali kepada faktor pemilih sebagai kunci pada pencoblosan 15 Februari mendatang. Pemilih di Jakarta sendiri cenderung bersifat rasional.

Tiga Strategi

Dengan adanya perubahan kondisi saat ini, maka political marketing dan political branding yang telah dibuktikan pada pasangan Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2012 dengan menggunakan artis sebagai salah satu instrumennya, masih perlu dikaji ulang.

Menurut pakar pemasaran politik Adman Nursal dalam buku Firmanzah berjudul Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (2007), terdapat tiga strategi yang dapat ditempuh untuk memasarkan dan memoles seseorang secara politis, yakni push marketing, pull marketing, dan pass marketing. 

Strategi push marketing ialah menghadiri berbagai kegiatan yang diselenggarakan warga untuk menyerap aspirasi dan penggiringan pilihan, serta menjalin kedekatan.

Sementara pull marketing didapat melalui pemberitaan di berbagai media massa dan terakhir, pass marketing, mensyaratkan penyampaian kepada kelompok berpengaruh di masyarakat.

Perlu diingat pula bahwa strategi pemasaran politik tak berhenti pada momen kampanye, apalagi hanya memanfaatkan artis sebagai vote getter. Lebih dari itu, para pasangan calon harus mampu melibatkan diri dalam hubungan jangka panjang dengan pemilih. (obs)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER