Jakarta, CNN Indonesia -- Anies-Baswedan-Sandiaga Uno untuk pertama kalinya menduduki posisi teratas dalam survei elektabilitas Pilkada DKI Jakarta. Lembaga riset PolMark Indonesia menempatkan elektabilitas Anies-Sandiaga di posisi pertama mengungguli pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat.
Dari hasil survei tersebut, elektabilitas Anies-Sandi berada di angka 25,3 persen, disusul Agus-Sylvi 23,9 persen dan Ahook-Djarot yang mendapat 20,4 persen.
"Yang menarik adalah, 23 persen merahasiakan jawabannya. Tidak tahu atau tidak menjawab 7,4 persen," kata CEO dan Founder PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah, di Jakarta Pusat, Kamis (19/1).
Eep menjelaskan, dari jumlah 23 persen yang masih merahasiakan jawabannya tersebut, PolMark Indonesia kemudian memperdalam kembali untuk mengetahui referensi pilihannya.
Hasilnya, kata Eep, ketika ditanya lebih halus preferensi pilihannya menjawab Anies-Sandi 6,4 persen, Ahok-Djarot 4,2 persen dan Agus-Sylvi 6 persen dan tidak menjawab 6,4 persen.
"Artinya, ketika ditambahkan, potensi elektabilitas calon gubernur dan wakil gubernur per awal Januari 2017 menjadi Anies-Sandi 31,7 persen, Agus-Sylvi 29,9 persen dan Ahok-Djarot 24,6 persen. Tidak menjawab 13,8 persen," kata Eep.
Sementara itu, jika disimulasikan Pilkada terjadi dua putaran, maka Eep menyebutkan Anies-Sandi akan unggul dari dua pasangan calon lainnya.
Jika melawan Agus-Sylvi, pasangan nomor urut tiga ini unggul 33,1 persen dibandingkan 29,4 persen. Sisanya, sebanyak 37,5 persen belum menentukan pilihannya sebesar 37,5 persen.
Sedangkan Anies-Sandi mendapat 44,2 persen jika melawan Ahok-Djarot yang hanya mendapat 21,3 persen dengan pemilih yang belum menentukan pilihannya sebesar 34,5 persen.
Sementara itu, jika putaran kedua mempertemukan Agus-Sylvi dan Ahok-Djarot, maka pasangan nomor urut satu unggul 44,2 persen melawan 24,3 persen dengan pemilih yang belum menentukan pilihannya sebesar 31,5 persen.
Salah satu faktor terbesar merosotnya elektabilitas Ahok-Djarot, kata Eep adalah kasus dugaan penistaan agama. Dari survei ini, sebanyak 94,2 persen responden mengetahui kasus penistaan agama yang menjerat Ahok.
Di sisi lain, 72,1 persen percaya Ahok menistakan agama, 26,6 persen percaya tidak menistakan dan 1,3 persen tidak menjawab.
Survei PolMark Indonesia dilakukan dengan melibatkan 1.200 responden yang tersebar secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk setiap kota. Wawancara dilakukan secara tatap muka pada 6-12 Januari 2017.
Metode yang digunakan adalah
multistage random sampling dengan
margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
PolMark Indonesia, kata Eep juga melakukan
quality control sebanyak 20 persen dari total sampel secara acak dengan cara mendatangi kembali atau rekonfirmasi terhadap responden terpilih.
Eep tidak menampik PolMark Indonesia bekerjasama dengan salah satu pasangan calon. Meski dia tidak menyebutkan secara eksplisit pasangan calon yang dimaksud.
"PolMark juga konsultan salah satu paslon. Ketika kami menyelenggarakan survei, survei itu memandu tim pemenangan," ujar Eep.
Meski demikian, Eep menegaskan bahwa survei dilakukan secara profesional. "Kami selalu menjaga agar proses survei terjaga. Karena tanggungjawab kami berlipat-lipat. Karena lembaga survei yang tidak punya kredibilitas, akan menghancurkan lembaga," ujarnya.