Jakarta, CNN Indonesia -- Debat pemungkas antara pasangan calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)- Djarot Syaiful dan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno berlangsung Rabu (12/4) malam. Perdebatan antara Ahok dan Anies soal rumah berlangsung cukup sengit, bahkan Ahok menuding program rumah Anies hanya retorika.
Perdebatan panas soal rumah terjadi pada debat sesi putaran ketiga, diawali Ahok yang bertanya mengenai program rumah uang muka (down payment/DP) nol persen yang digagas Anies.
"Saya bingung, apakah program itu untuk rumah susun atau tapak, serta apakah rumah itu untuk mereka dengan gaji di bawah Rp3 juta atau Rp7 juta. Karena kata pak Sandi, orang dengan penghasilan Rp4 juta tak bisa beli rumah di Jakarta, itu fakta,“ kata Ahok di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu malam.
Dia menjelaskan, mustahil membeli rumah tapak dengan harga tanah di Jakarta yang sangat mahal.
Usai bertanya, Ahok memaparkan mengenai program subsidi rumah susun yang sedang dijalankan di bawah kepemimpinannya. Dia menyebut pemerintah dan warga yang menyediakan tanah dan kemudian pemerintah membangun rumah susun.
Anies menimpali Ahok dengan mengatakan pemahaman Ahok keliru mengenai program rumah miliknya. Dia mengatakan, program yang ditawarkan bukan pada pembangunannya, tapi skema pembiayaannya.
Dia mengatakan dengan instrumen pembiayaan yang tersedia, warga Jakarta dapat membeli rumah dengan harga bervariasi, baik dalam bentuk rumah susun atau tapak.
Menurut Anies, dengan ada pembiayaan, solusi pembangunan misalnya dapat diserahkan kepada developer pembangunan perumahan.
"Jadi bukan kita bicara membangun rumah. Kalau kita berpihak kepada rakyat kebanyakan, kita bisa carikan solusi apa yang mereka mau, bukan hanya dengan membangun. Di situ letak perbedaannya,” kata Anies.
Ahok menyatakan Anies tak menjawab pertanyaannya.
"Ini tidak menjawab sebenarnya. Kenapa kami mendorong kayak yang di Krukut untuk ke rusun, karena berdasarkan penelitian, rumah yang sehat ukurannya minimal luasnya 36 meter persegi,” kata dia.
Lebih lanjut Ahok mengatakan, sementara dengan harga tanah yang mahal, mustahil masyarakat miskin mampu membeli lahan dengan luas minimal 36 meter persegi.
Masyarakat tidak mampu, kata dia, akan akan membeli rumah yang ada di gang sempit dengan kondisi penuh dengan penyakit.
“Maka kami tawarkan program rumah susun. Masyarakat miskin tidak bisa memiliki rumah kalau bukan kami yang membangunkan," kata Ahok.
Anies kemudian menanggapi penjelasan Ahok. Anies menyebutkan di Jakarta saat ini ada 41 persen warga yang tidak memiliki rumah sendiri. Untuk mengatasi itu perlu keberpihakan.
“Private sector juga mau bekerja sama dan itu sangat bisa. Ini tentang keberpihakan pada warga yang tidak bisa punya rumah. Teknik pembiayaan akan berkembang,” ujar Anies.
Mendapatkan jawaban seputar keberpihakan, Ahok menyatakan jawaban Anies retorika.
"Ini terlalu retorika, ya. Ini fakta, bapak bilang 41 persen orang Jakarta tidak punya rumah. Itulah mengapa kita ngotot di reklamasi, kita ingin setengah dari pulau-pulau itu punya DKI,” kata Ahok.
Dia menjelaskan, dengan reklamasi bisa menjadi solusi pertumbuhan penduduk yang semakin besar sementara jumlah lahan terbatas.
“Jadi nanti anak-anak muda bisa punya rumah di situ. Tidak usah bayar, cukup bayar pemeliharaan. Itu yang kami upayakan,” kata Ahok.
Pengamat politik Universitas Padjajaran Muradi menilai dalam debat itu, Ahok lebih menguasai debat tentang persoalan rumah.
Muradi mencontohkan kelemahan program rumah Anies. "Misalnya Anies memberikan izin rumah tapak, semua orang akan datang ke Jakarta," ujar Muradi.
"Anies ingin beda, bukan pembeda. Ahok itu kenyang di birokrasi, tapi mungkin kurangnya di pendekatan kepada manusia, tapi itu diambil alih oleh Djarot," katanya.