Jakarta, CNN Indonesia -- Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno tak bisa larut dalam euforia setelah perhitungan riil Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta menyatakan mereka sebagai pemenang Pilkada 2017.
Sejumlah janji manis saat kampanye harus diwujudkan saat mereka dilantik nanti. Salah satunya adalah program hunian terjangkau tanpa uang muka atau DP Nol Rupiah.
Selama kampanye Anises dan Sandi menilai program tersebut merupakan program yang mudah direalisasikan. Baik mudah dalam mencari pengembang atau mudah dalam mendapatkan lokasi di Jakarta yang terbilang sangat padat.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi Sugandi memandang ada tiga faktor yang bisa menjadi batu sandungan realisasi program DP nol rupiah.
Pertama, kata Yogi, pasangan yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera itu belum tegas menyampaikan untuk siapa rumah tersebut. Jangan sampai program tersebut mengambang tanpa ketegasan.
"Yang harus jelas itu segmen DP nol rupiah, seperti apa segmen rumah tersebut? Itu belum jelas. Saya ingat janji itu untuk semua warga Jakarta," kata Yogi kepada
CNNIndonesia.com saat dihubungi.
Menurut Yogi penetapan segmen sangat penting karena akan berpengaruh pada anggaran yang dibutuhkan. Bila ditujukan untuk segmen ke bawah maka anggaran yang dibutuhkan sedikit. Sebaliknya Bila Anies-Sandi berjanji akan membangun rumah nol rupiah untuk semua segmen tentu membutuhkan anggaran yang banyak dan program semakin sulit terealisasikan.
Beberapa waktu lalu Sandi sempat mengatakan, untuk program itu dibutuhkan dana Rp3 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta pada tahun pertama. Selain untuk membangun, dana tersebut juga digunakan untuk subsidi DP ke bank. Alih-alih menjadi pondasi yang kuat, anggaran bisa menjadi batu sandungan kedua bila penentuan segmen kurang tepat.
"Saya rasa kalau Rp 3 trilun hanya cukup membangun rumah untuk segmen bawah. Tidak akan cukup membangun rumah untuk kelas menengah di tahun pertama," kata Yogi.
Berdasarkan hitungan pada situs jakartamajubersama.com, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di bawah kepemimpinan Anies-Sandi akan menanggung DP sebesar Rp53 juta per rumah bagi warga berpenghasilan maksimal Rp7 juta. Angka itu didapat dari asumsi rumah seharga Rp350 juta dengan DP 15 persen.
Bila anggaran Rp3 triliun cair, pada tahun pertama ada sekitar 56 ribu rumah yang bisa dibangun. Jumlah rumah tersebut bisa berkurang bila anggaran juga digunakan untuk membangun dan mencari lahan.
"Saya kira tahun pertama kalau mau mencakup semua segmen, pada tahun pertama bisa sampai Rp12 triliun. Tapi ingat, APBD DKI juga harus digunakan untuk KJP (Kartu Jakarta Pintar) dan transportasi. Apa lagi anggaran untuk KJP bertambah karena (porgram) mereka kan KJP Plus," kata Yogi.
Selain itu, ada syarat yang harus dipenuhi bagi konsumen yang ingin ikut program DP nol rupiah. Antara lain yakni warga DKI, kredit rumah pertama, digunakan sebagai tempat tinggal dan menabung sebanyak Rp 2,3 juta per bulan selama enam bulan terakhir.
Tabungan itu diperlukan untuk membuktikan bahwa konsumen mampu membayar cicilan rumah tersebut sebesar Rp 2,3 juta ketika mengikuti program.
Yogi memandang syarat tabunan itu bisa menjadi batu sandungan yang ketiga realisasi program DP nol rupiah. Bila konsumen benar menabung Rp 2,3 juta setiap bulan maka ia akan memiliki uang sebanyak Rp 13,8 juta. Jumlah itu cukup untuk DP Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) biasa.
"Kalau tabungan begitu sangat mungkin warga ikut KPR biasa dari pada DP nol rupiah. Apalagi DP nol rupiah rumah susun, sedangkan KPR rumah tapak," kata Yogi.
Sementara itu Pengamat Politik The Indonesian Public Institute Karyono Wibowo mengatakan, masih ada dua kendala lagi yang berpeluang menyandung Anies-Sandi. Selain anggaran, program ini juga membutuhkan peraturan daerah (Perda). Sandi mengklaim saat ini tim transisi sedang meracik formula perda itu.
Baik anggaran atau Perda yang diajukan Pemprov DKI nanti harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Saat usulan diterima DPRD, pengajuan tersebut akan diterpa manuver politik. Kemungkinan besar proses persetujuan tidak berjalan mulus. Pasalnya Anies-Sandi hanya didukung tiga partai yakni Gerindra, PKS dan PAN.
"Partai mayoritas DPRD DKI kan dukung Ahok-Djarot, bisa jadi pembahasan anggaran akan alot. Menentukan anggaran tidak sembarangan, DPRD akan mempertanyakan anggaran untuk rumah DP nol persen dengan rinci," kata Karyono.
Sama dengan persetujuan anggaran, persetujuan Perda juga bisa mengalami kejadian serupa. Partai yang mendukung Ahok-Djarot bisa saja mempersulit persetujuan Perda tersebut.
"Mereka mungkin tetap menyetujui tapi dipersulit sehingga lama. Pada akhirnya realisasi program itu molor," kata Karyono.