Komisi Pemberantasan Korupsi, hari ini memimpin rapat koordinasi supervisi penyelamatan dan pengawasan penerimaan negara di sektor pertambangan. Koordinasi dilakukan dengan mengundang 12 perusahaan pemegang kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) serta 12 kementerian dan lembaga terkait.
"Koordinasi ini untuk penyelamatan dan pengawasan, karena tambang merupakan salah satu sektor strategis," kata Busyro kepada CNN Indonesia, Rabu pagi (27/8).
Kementerian dan lembaga yang diundang di antaranya Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Direktorat Jenderal Pajak, dan Bea Cukai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada disampaikan Kabareskrim Komjen Pol Suhardi Alius. Menurut Suhardi, penerimaan pajak di sektor pertambangan perlu mendapat perhatian agar target pendapatan pajak dapat tercapai. "Kami sangat senang KPK memfasilitasi pertemuan dengan sejumlah lembaga untuk pencegahan korupsi di sektor pertambangan ini," tutur Suhardi, Selasa (26/8).
Pada Juli 2014, KPK mengundang Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany untuk membicarakan potensi kebocoran penerimaan pajak di sektor pertambangan. Saat itu Fuad mengakui bahwa ada potensi kebocoran hingga triliunan rupiah.
Sementara dari kajian KPK ditemukan sejumlah persoalan di antaranya ada 3.862 izin usaha pertambangan yang dimiliki 3.066 perusahaan. Namun 724 perusahaan tambang batubara itu tidak memiliki nomor pokok wajib pajak. Persoalan lain, data jumlah produksi tidak valid sehingga sulit menghitung potensi pajak yang dapat diperoleh.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja saat itu mencontohkan data produksi batubara yang dirilis pemerintah tahun 2012 senilai 228 juta ton, sementara data World Coal Association 443 juta ton dan data US Energy Information Product 452 juta ton. Akibatnya, potensi pajak yang hilang mencapai Rp 20 triliun.