Potensi Pajak Tambang yang Hilang Rp 160 Triliun

CNN Indonesia
Rabu, 27 Agu 2014 13:57 WIB
Diperkirakan nilai pajak minimal dari satu perusahaan tambang sebesar Rp 20 miliar. Namun hanya dua ribu perusahaan yang bayar pajak, sementara sekitar 8 ribu-9 ribu lain lolos.
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi memimpin koordinasi dan supervisi pengelolaan pertambangan hari ini. Dalam diskusi tersebut terungkap bahwa potensi pendapatan pajak di sektor pertambangan yang hilang mencapai angka Rp 160 triliun.
 

Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Pol Suhardi Alius menyebutkan, angka itu didapat dengan perkiraan nilai pajak minimal dari satu perusahaan tambang sebesar Rp 20 miliar. "Karena saat ini hanya dua ribu perusahaan pemilik izin tambang yang bayar pajak. Sementara sekitar 8 ribu-9 ribu perusahaan lolos," kata Suhardi di Kantor KPK, Rabu (27/8).
 

Suhardi mengungkapkan, persoalan yang ditemui kepolisian di lapangan yaitu sejumlah besar perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) menyertakan nomor pokok wajib pajak bodong. "Jadi setelah kami cek, alamat NPWP itu palsu. Banyak terjadi seperti ini dan kami ingin selesaikan," tuturnya.
 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Kapolda Jawa Barat ini selanjutnya menjabarkan empat langkah konkrit yang harus dilakukan untuk menyelamatkan keuangan negara. Pertama, optimalisasi penyelidikan dan penyidikan terkait pidana pertambangan. Kedua, mengurangi kewenangan birokrasi dan prosedur yang mengakibatkan renegoisasi berbelit. Ketiga, tukar menukar informasi soal profil pemegang kontrak karya dan PKP2B yang belum menyelesaikan renegoisasi jika terkait dengan transaksi keuangan yang mencurigakan. Keempat, memahami potensi korupsi dan modus operandi korupsi yang mungkin terjadi dalam renegoisasi.
 

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany membenarkan perkiraan potensi pajak yang hilang tersebut. "Data yang ada di Kementerian ESDM itu lebih kecil dari data yang diterbitkan world coal. Maka itu kami bilang pajaknya kecil sekali yang kita dapat," kata Fuad.
 

Akurasi data, lanjut Fuad, merupakan persoalan tersendiri yang dihadapi pemerintah. Sehingga tidak ada angka pasti potensi pajak yang dapat diperoleh dari sektor pertambangan. "Betul pemerintah ada kontribusi kesalahan di sini, terutama terkait pemberian izin tanpa memvalidasi NPWP. Untuk itulah kita bertemu hari ini," katanya.

Hadir dalam koordinasi dan supervisi tersebut yaitu Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Imam Hendargo Abu Ismoyo, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, Dirjen Mineral dan Batubara ESDM R Sukhyar, Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai, serta Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Adnan Pandu Praja.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER