Koalisi Seni Siap Tolak Pengesahan RUU Kebudayaan

CNN Indonesia
Senin, 01 Sep 2014 13:36 WIB
Kontroversi pengersahan RUU Kebudayaan berlanjut. DPR bersikukuh terus maju untuk menggolkan per September ini. Seniman dan budayawan juga tak mau kalah menolak tegas.
Jakarta, CNN Indonesia --
Kontroversi pengesahan Rancangan Undang Undang Kebudayaan berlanjut. Kelompok seniman dan budayawan yang tergabung dalam Koalisi Seni Indonesia (KSI) berkukuh bakal menolak RUU Kebudayaan jika Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkannya pada September ini.

Ketua KSI M. Abduh Aziz mengatakan akan dengan tegas menolak seandainya RUU Kebudayaan disahkan. KSI terdiri atas gabungan 80 organisasi seni budaya seperti komunitas Ruang Rupa, Yayasan Kelola, Dewan Kesenian Jakarta, Forum Lenteng, Yayasan Seni Cemeti serta Yayasan Umar Kayam.

“Melihat dari isi substansi undang-undang tersebut, kami ingin ditunda dulu pengesahan RUU Kebudayaan,” kata dia menjelaskan saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (1/9). “Kesannya kok terburu-buru, sekali.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

RUU Kebudayaan lahir atas inisiatif Komisi X DPR yang bertujuan membuat payung hukum nasional untuk urusan kebudayaan.RUU Kebudayaan terdiri atas tujuh bab dan 94 pasal, yang isinya: pembentukan Komisi Perlindungan Kebudayaan, pengendalian pelestarian kebudayaan, serta pemberian penghargaan pada maestro dan seniman.

Menurut Abduh kebudayaan bersifat dinamis dan tidak bisa dibatasi seperti tertuang dalam draft RUU Kebudayaan. Lebih jauh lagi, isi RUU tersebut dinilainya hanya semacam pengulangan ruh dari masa Orde Baru, yang menekankan pada pengetatan dan pengendalian tetapi menafikan esensi.

Dia menambahkan RUU Kebudayaan tersebut dibuat dengan latar belakang kecurigaan berlebih terhadap globalisasi. Sehingga, ada upaya untuk melakukan perlindungan atau proteksi dinamika kebudayaan.

Abduh merujuk ke dalam pasal 74 RUU Kebudayaan tentang pengendalian yang isinya menegaskan kehadiran komisi pengendalian kebudayaan. Salah satu tugas dari komisi itu, seperti tertera dalam pasal, adalah mendefinisikan atau merekomendasikan dampak-dampak negatif kebudayaan.

“Layaknya lembaga sensor saja. Bisa berbahaya bagi ruang kreatifitas seniman,” katanya.

Pasal yang lain, ujar Abduh, mengindikasikan perlu dibentuknya kementerian khusus kebudayaan. Dia menilai hal itu tidak perlu, sebab terkesan membuang anggaran dan tidak akan berdampak banyak bagi perubahan kebudayaan di Indonesia. Dia lantas menyarankan semestinya pemerintah memantapkan strategi kebudayaan nasional terlebih dahulu alih-alih tergesa-gesa menggolkan RUU Kebudayaan.

Menanggapi itu, anggota Komisi X DPR Dedi Gumilar mengatakan saat ini DPR masih menunggu surat amanah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menindaklanjuti pembahasan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta pengesahan RUU Kebudayaan tersebut.

“Kalau sudah turun, tim panja RUU Kebudayaan, baik dari DPR dan pemerintah, akan bertemu untuk membuat daftar inventarisasi masalah,” kata lelaki yang akrab disapa Miing itu menerangkan.

Dedi kemudian menyayangkan adanya ketidaksetujuan dari kalangan seniman dan kebudayaan tentang pengesahan RUU Kebudayaan.

Turunan UU budaya menurutnya sudah banyak mulai dari perlindungan candi, cagar budaya, pengaturan warisan benda dan tak benda. Namun, UU yang holistik memayungi semuanya itu belum ada.

“Kaitannya nanti sama politik anggaran. Kalau RUU kebudayaan sudah ada, anggaran juga ada. Ini yang tidak dipahami oleh budayawan,” ujarnya.

Dia kemudian berharap agar pemerintah bisa dengan segera menurunkan Amanat Presiden agar RUU Kebudayaan bisa segera disahkan sebelum 30 September ini. Kalau tidak, pihaknya mesti memulai dari awal lagi, untuk menyusun RUU Kebudayaan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER