Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan permohonan uji materi Undang-Undang Pemilihan Presiden tahun 2008 yang diajukan oleh LSM Warga Bela Negara. Dalam sidang pertama tersebut, LSM Warga Bela Negara menyatakan sistem rekapitulasi berjenjang dapat menyebabkan kerugian hak pemilih.
“Rekapitulasi berjenjang menghilangkan substansi asas jujur dan asil. Ada potensi kerugian hak konsitusional pemilih yang bisa terjadi,” ujar Tito Hananta Kusuma, kuasa hukum LSM Warga Bela Negara dalam persidangan di Gedung MK, Selasa (2/9).
Tito menjelaskan, potensi kerugian tersebut dapat mengakibatkan pencurian suara dan penggelembungan suara. Tidak hanya itu, menurut Tito, ketika ada penyalinan dokumen jumlah perolehan suara pada sertifikat rekapitulasi dengan menggunakan sistem rekapitulasi berjenjang, maka terdapat potensi rekayasa di tiap jenjang, seperti kesalahan mencatat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Tito menyebut, rekapitulasi lima tingkatan membutuhkan kepanitiaan dan logistik yang lebih banyak, sehingga dapat menghamburkan uang negara. “Hal tersebut menjadi tidak efisien, dan suatu pemborosan,” katanya.
Sistem rekapitulasi berjenjang dapat dipangkas dengan sistem informatika dan teknologi (IT). “Kalau lewat sistem IT, bisa ada penghematan keuangan negara. Uang ini bisa digunakan untuk yang lain seperti pembangunan infratruktur dan pengurangan kemiskinan,” kata Tito.
Waktu yang dibutuhkan dalam rekapitulasi berjenjang dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional juga dapat menyebabkan terjadinya politik uang antara pihak penyelenggara dengan calon legislatif ataupun presiden.
Melalui rujukan yang tercantum pada berkas permohonan yang dibacakan dalam persidangan, pihak pemohon mengajukan tiga alternatif putusan gugatan. Di antaranya mengabulkan permohonan dan menyatakan sistem rekapitulasi berjenjang adalah hal yang bertentangan dengan pasal 22 E UUD 1945.
Menanggapi permohonan tersebut, majelis hakim yang diketuai oleh Patrialis Akbar menilai masih ada kesalahan teknis dalam berkas yang diajukan pemohon. Salah satunya terkait pemberian dan penerimaan surat kuasa. Selain itu, hakim anggota Aswanto menilai bahwa posita (dalil penjelasan) dan petitum (gugatan) tidak memiliki argumen yang kuat dan selaras.
“Ini diperbaiki dulu. Sidang dilanjutkan dengan melihat perbaikan pemohonan dalam 14 hari. Kalau tidak ada perbaikan, ini yang digunakan, tapi tidak tahu bagaimana nasibnya,” ujar Patrialis menutup persidangan.