Gubernur Banten nonaktif Atut Choisiyah dijatuhi hukuman empat tahun bui oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Senin (1/9).
"Terdakwa juga didenda Rp 200 juta atau ganti lima bulan kurungan ," kata ketua Majelis Hakim, Matheus Samiaji dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/9).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair lima bulan kurungan. Selain itu, tuntutan pencabutan hak politik Atut untuk memilih dan dipilih tidak dikabulkan oleh majelis hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mempertimbangkan terdakwa berkelakukan sopan dalam persidangan dan seorang ibu yang masih dibutuhkan anak dan cucunya," ucap Matheus.
Ia juga menambahkan, terkait hak politik, majelis beranggapan masyarakat sudah pintar untuk mempertimbangkan seseorang dalam pemilihan umum sehingga pencabutan hak politik tidak dikabulkan.
Dalam rapat majelis hakim, satu dari lima hakim berpendapat berbeda (dissenting opinion). Hakim Alexander Marwata mengatakan Atut tidak bersalah dan menjadi korban. Meski demikian, majelis tetap memutuskan Atut sebagai tersangka dan menjatuhi hukuman penjara. Menanggapi vonis tersebut, Atut sembari menahan tangis angkat bicara usai persidangan.
"Apabila komunikasi dengan akil, (Susi) selalu jual nama saya. Saya korban kepentingan Akil dan Amir Hamzah," ucap Atut sembari sesenggukan.
Sementara anak perempuan Atut, Andiara Aprilia Hikmat tanpa banyak bicara, menangis dan memeluk kakak Atut , Tatu Chasanah yang hadir dalam persidangan usai majelis membacakan putusan.
Merujuk pada berkas dakwaan yang dibacakan dalam persidangan, Atut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, didakwa hendak menyuap Rp 1 miliar kepada mantan ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Akil Mochtar. Uang tersebut diberikan melalui pengacara Susi Tur Andayani kepada Akil.
Suap dimaksudkan untuk memenangkan memenangkan gugatan pasangan calon bupati dan wakil bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmi di MK. Pasangan tersebut diusung oleh Partai Golkar, partai yang juga mengusung Atut menjadi Gubernur Banten. Di saat yang sama, Atut juga menjabat sebagai pembina politik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) di kabupaten tersebut.
Dalam sengketa di MK, Amir-Kasmi menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lebak yang menetapkan pasangan rivalnya, Iti Octavia-Ade Sumardi sebagai bupati dan wakil bupati terpilih pada 2013 lalu. Pihaknya juga menuntut diselenggarakannya pemungutan suara ulang.
Pada 22 September 2013, Atut ditemani Wawan bertemu dengan Akil di Hotel JW Mariott, Singapura. Atut menanyakan kepada Akil ihwal perkembangan sengketa pilkada Lebak dan kemungkinan digelarnya pilkada ulang.
Dua hari kemudian, Akil memimpin sidang perdana gugatan tersebut. Sepekan setelahnya, majelis hakim MK memutuskan dilakukannya pemungutan suara ulang di Kabupaten Lebak, Banten.
Atas tindak pidana tersebut, Atut telah terbukti melanggar pasal 6 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupa juncto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.