Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Narkotika Nasional mengumumkan istri dan adik dari Ajun Komisaris Besar Polisi IE sebagai target operasi pengungkapan jejaring narkotika internasional selanjutnya. Keduanya diduga sebagai pemain lama dalam jaringan tersebut.
“Benar istri dan adik AKBP IE terlibat jaringan narkotika internasional dan sudah kami pantau,” ujar Ketua BNN Komjen Polisi Anang Iskandar saat menghadiri acara di Markas Besar Polri, Rabu (3/9).
Dia mengatakan, hal tersebut diketahui setelah petugas menangkap beberapa orang yang diduga sebagai kaki tangan istri dan adik dari AKBP IE. Anang juga menyebut peran keduanya dalam jaringan tidak hanya sebatas sebagai kurir. “Mereka bisa apa saja. Bisa menjadi pengedar, bisa juga kurir," ujar Anang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Anang menegaskan bahwa jaringan istri dan adik AKBP IE tersebut berbeda dengan yang saat ini sedang diusut oleh pihak Polis Di Raja Malaysia (PDRM). “Berbeda, tetapi sama-sama jaringan internasional,” jelasnya.
Anang menyebut, keduanya diduga terkait dalam jaringan dari Afrika. “Mereka berdua itu masih ada kaitannya dengan
west african syndicate," kata Anang.
Kasus narkotika di Indonesia saat ini, dijelaskan Anang, banyak yang berasal dari beberapa negara tetangga. Malaysia disebut menjadi pintu yang dapat membuka jalur masuknya narkotika ke Indonesia. “Biasanya dari Malaysia karena paling dekat. Jadi bisa lewat Kalimantan atau Sumatera,” paparnya.
Akan tetapi, Malaysia tidak termasuk sebagai negara yang memproduksi narkoba. Narkotika kiriman dari Iran, India dan Tiongkok menjadi asal narkoba yang selama ini masuk ke Indonesia melalui jalur Malaysia.
“Iran dan India itu barangnya banyak dan bagus, tapi kadang ada juga yang berasal dari Eropa,” kata Anang.
Dia juga menjelaskan, meski kebanyakan pengungkapan pengiriman narkotika banyak ditemukan di bandara, namun jalur laut juga menjadi lintasan yang kerap dipilih untuk mengirim narkotika. “Biasanya kurir sudah menunggu di pelabuhan. Ketika keadaan dianggap lengang, baru mereka melakukan pengiriman,” ujarnya.
Saat ini, Anang mengatakan, jumlah pengguna narkotika yang sangat banyak di Indonesia, membuat para produsen narkotika tidak pernah berhenti melakukan penyelundupan ke Indonesia. “Hampir 4 juta pengguna ada di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Kondisi tersebut, menurut Anang, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diselesaikan. Alasannya, kapasitas tempat rehabilitasi di Indonesia saat ini hanya dapat menampung 18 ribu orang. “Artinya, belum selesai yang 18 ribu orang, sudah muncul lagi (pemakai) yang baru. Bisa-bisa 200 tahun baru habis pengguna di Indonesia,” kata Anang.