Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Faisal Basri berencana menggugat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi jika UU tersebut mengembalikan kewenangan memilih kepala daerah ke tangan DPRD seperti di masa sebelum pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kepala daaerah dipilih DPRD bisa menodai reformasi. Ini jadi seperti rakyat memilih pemimpinnya lewat percaloan,” kata Faisal di Jakarta, Minggu (7/9).
Menurut dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, bukan hanya dia yang akan maju ke MK apabila UU Pilkada nantinya meniadakan pilkada langsung di mana kepala daerah dipimpin oleh rakyat. “Yang maju kelompok masyarakat. Kami bawa sama-sama ke MK,” ujar Faisal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rancangan UU Pilkada saat ini tengah dibahas di DPR dan ditargetkan rampung pekan depan, Kamis (11/9). Enam fraksi setuju kepala daerah dipilih DPRD, yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, dan PKS. Keenamnya adalah anggota koalisi Prabowo. Sementara tiga fraksi lainnya –PDIP, PKB, Hanura– ingin kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Faisal menuding mengembalikan wewenang memilih kepala daerah ke DPRD adalah konspirasi koalisi Merah Putih untuk menguasai suara di parlemen daerah. “Koalisi Merah Putih memperoleh 63 persen suara nasional. Koalisi Jokowi-JK hanya 37 persen. Jadi kalau pemilihan kepala daerah lewat DPRD, mereka (Koalisi Merah Putih) pasti menang,” kata Faisal.
Ia pesimistis penetapan kepala daerah lewat DPRD bisa menghemat anggaran negara. “Ini bukan soal penghematan. Ini soal orang yang haus kekuasaan,” ujar Faisal.
Sebelumnya, PAN menyatakan setuju dengan pilkada tak langsung untuk menghindari maraknya korupsi yang dilakukan kepala daerah. “Mereka menghabiskan dana yang tidak sedikit jumlahnya saat kampanye, dan akhirnya saat terpilih bukan sibuk mengurusi daerah tapi malah memikirkan balik modal,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Taslim Chaniago kepada CNNIndonesia.
Ia mengklaim 85 persen kepala daerah tersangkut kasus korupsi. Untuk diketahui berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri hingga Januari 2014, sebanyak 318 dari total 524 kepala dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi.
Menurut PAN, pilkada langsung juga memicu maraknya politik uang. “Pilkada makan banyak sekali biaya dan 'mengajarkan' rakyat untuk melakukan
money politics. Padahal banyak kepala daerah yang dipilih langsung tidak maksimal bekerja,” ujar Taslim.
Anggota Komisi III itu berpendapat, pemilihan kepala daerah lewat DPRD bukan berarti mencederai demokrasi Indonesia karena DPRD pun merupakan wujud keterwakilan rakyat.
Namun PDIP mengatakan pilkada langsung adalah aplikasi demokrasi yang sesungguhnya. Partai banteng itu juga menuduh koalisi Prabowo khawatir dengan realitas kuatnya pendukung PDIP di akar rumput. “Mereka sadar PDIP unggul secara popular vote. Maka mereka mainkan celah pemilihan lewat DPRD (untuk merebut kursi kepala daerah),” ujar anggota Komisi II dari PDIP, Budiman Sudjatmiko.