Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rahadi Zakaria mengusulkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung dan serentak untuk memastikan tidak terpasungnya suara rakyat. Menurutnya, solusi tersebut menjadi alternatif dari polemik Pilkada tidak langsung yang dipilih oleh DPRD.
"Soal penghematan, bisa saja dibuat Pilkada serentak atau sekalian Pemilu serentak," kata Rahadi dalam diskusi bertajuk "Pilkada, Buat Siapa?" yang digelar di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/9).
Menurutnya, kedaulatan rakyat harus dijunjung tinggi termasuk dalam hak politiknya untuk memilih pimpinan. "Apa mungkin itu (hak memilih) didelegasikan?" kata anggota Komisi II DPR RI tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Rahadia, pengamat politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad mengatakan Pilkada serentak dapat menghemat anggran negara. "Kalau akhirnya nanti Pilkada langsung dan serentak, ada penghematan sampai Rp 30 triliun," ujarnya.
Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XI/2013, MK menetapkan akan dilakukannya pemilu serentak mulai tahun 2019. Putusan tersebut didasari pengetatan anggaran dan menghindari adanya politik transaksional.
Sebelumnya, pada awal 2012, pemerintah mengusulkan RUU Pilkada yang mengajukan perubahan sistem. Perubahan tersebut yakni gubernur dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sementara itu, bupati dan wali kota tetap dipilih langsung oleh rakyat. Alasannya, pemerintah ingin memberikan kewenangan DPRD untuk memilih pimpinan daerah. Meski demikian, Indonesia bukanlah negara parlementer tetapi negara presidensial.
Hingga saat ini, RUU Pilkada masih dibahas di DPR. Enam dari sembilan fraksi di DPR RI pada rapat Panitia Kerja Komisi II DPR RI, Selasa lalu (9/9) telah mendukung Pilkada langsung dengan beragam dalih, salah satunya adalah penghematan anggaran. Termasuk fraksi yang menolak adalah PDIP, PKB, dan Hanura. Sementara fraksi yang mendukung adalah Gerindra, Golkar, PPP, PAN, Demokrat, dan PKS.