Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, kembali heboh dan menuai kontroversi. Bukan karena umur situs yang dikatakan lebih tua dari piramida Mesir. Bukan pula karena luas situs yang konon melebihi areal Candi Borobudur. Tetapi karena tentara ikut menggali di situs itu.
Tentara diduga mulai masuk situs Gunung Padang pada pertengahan Agustus 2014. Tugas mereka adalah membantu penelitian lanjutan. Dugaan saya ada target khusus. Sebelum Presiden SBY mundur, penelitian harus rampung.
Sayang mereka menggunakan cangkul dan linggis, peralatan yang kurang lazim dalam penelitian arkeologi. Jadinya kegiatan itu ibarat menggali kubur atau menggali sumur sehingga cenderung destruktif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jelas penggalian tersebut tidak sesuai kaidah dan prosedur. Sebuah ironi, dalam pemerintahan modern yang dikendalikan oleh kaum cendekiawan, prinsip-prinsip akademis dan ketaatan pada Undang-undang Cagar Budaya diabaikan.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Tim Nasional Penelitian Situs Gunung Padang bentukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, setelah situs itu ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional. Sebelumnya tim itu bernama Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM). TTRM sendiri berawal dari Tim Bencana Katastropik Purba (BKP) yang dekat dengan kalangan istana.
Dari caranya bekerja jelas bahwa penelitian di Gunung Padang merupakan penelitian geologi, bukan penelitian arkeologi. Geologi dan arkeologi memang sama-sama melakukan ekskavasi. Namun ranah penelitian kedua ilmu sangat berbeda.
Geologi melakukan ekskavasi untuk mencari artefak-artefak nonbudaya, seperti fosil hewan dan fosil tumbuhan. Sementara arkeologi mencari artefak-artefak budaya, misalnya peralatan berladang dan perlengkapan makan.
Ekskavasi arkeologi dilakukan dengan peralatan ringan, seperti cetok dan petel. Pengupasan dilakukan sedikit demi sedikit untuk melihat detil lapisan tanah. Masalahnya, ekskavasi bersifat perusakan, maka harus dilakukan secara hati-hati oleh tenaga yang terlatih. Metode baru oleh TTRM dinilai rawan perusakan karena tidak berwawasan pelestarian.
Meskipun tidak memiliki grand design penelitian, tim itu sudah mendapat restu dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan rombongan petinggi negara beberapa waktu lalu pernah berkunjung ke situs Gunung Padang.
Karena restu itulah TTRM seperti mendapat angin surga. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pun seolah tunduk pada tim. Beberapa kali kementerian menggelontorkan dana. Bukan dana APBN tetapi dana dari sumber lain agar pertanggungjawabannya lebih mudah.
Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh, entah atas bisikan siapa, sangat membangga-banggakan situs Gunung Padang. Ia mengklaim situs Gunung Padang nantinya akan menjadi obyek wisata yang lebih hebat daripada Candi Borobudur karena merupakan temuan yang sangat mengagumkan.
Situs Gunung Padang merupakan salah satu program yang katanya menggunakan dana abadi dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Bahkan Andi Arief, Staf Khusus Presiden bidang Sosial dan Bencana, pernah gembar-gembor timnya tidak sepeser pun menggunakan dana dari pemerintah. Kabarnya TTRM banyak menggunakan dana pribadi.
Persoalan Gunung Padang mencuat pada 2011 ketika berdasarkan wangsit, Turangga Seta mengatakan di bawah situs Gunung Padang ada piramida yang berisi beberapa gerbong emas. Pusat Arkeologi Nasional segera meresponsnya dengan menyelenggarakan acara “Rembuk Arkeologi Situs Gunung Padang” pada 29 Maret 2012.
Karena menganggap penelitian abal-abal, maka Pusat Arkeologi Nasional enggan menggelontorkan dana untuk TTRM. Akhirnya Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman kena todong. Tentu saja atas perintah Mendikbud.
Beberapa tahun lalu Presiden SBY pernah tertipu kasus
blue energy dan minyak jarak. Akankah SBY kembali terpedaya soal Gunung Padang? Ataukah penelitian Gunung Padang akan menguntungkan kalangan istana yang bertindak sebagai EO (Event Organizer)? Mengapa beberapa arkeolog dibungkam dan beberapa wartawan mendapat SMS teror? Petisi
online saja tidak mempan menghentikan proyek ambisius ini. Pasti ada apa-apanya.
*Djulianto Susantio, arkeolog dan pemerhati masalah arkeologi.