Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengatakan wacana pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi dapat memunculkan pelbagai pendapat. Menurutnya, remisi adalah salah satu hak yang pasti dimiliki seorang narapidana.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini mengungkapkan, pemberian remisi sudah ada sejak kerajaan digunakan sebagai sistem pemerintahan di negara-negara besar. "Memang tergantung dari mana melihatnya. Dalam sistem kerajaan dulu, raja itu punya hak untuk memperlakukan warganya dengan baik meski sudah terpidana. Hak itu adalah hak untuk meniadakan hukuman," katanya saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (25/9).
Saat ini sedang menghangat wacana ihwal penghapusan remisi untuk para koruptor. Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja mengatakan komisi antirasuah sedang mengkaji kemungkinan permohonan mereka atas penghapusan pengurangan hukuman bagi para terpidana kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagir mengatakan, hak prerogatif seorang pemimpin kerajaan kemudian menjadi berkembang sebagai sebuah hak asasi warga kerajaan. Di situlah, menurutnya, pemimpin negara mempunyai hak untuk memberikan remisi kepada warganya yang menjadi narapidana.
Lebih jelas, Bagir menganggap, pada saat seorang terpidana menjalani hukuman, maka di saat yang bersamaan itu juga dia sedang membayar kesalahannya. Karenanya pemberian remisi menjadi hak asasi dari siapapun terpidana yang sudah menjalani hukuman. Termasuk koruptor.
"Seorang terpidana ketika menjalani hukuman, maka dia sudah menebus dosa-dosanya. Untuk itu, dia seharusnya tetap diperlakukan secara adil. Hak keadilan itu tidak hanya diberikan kepada korban atau keluarga korban, tetapi juga yang terpidana," katanya. "Tidak boleh begitu saja kita tiadakan. Bahkan itu menjadi hak asasi," imbuhnya.
Meski demikian, Bagir memahami, tidak diberikannya remisi kepada terpidana koruptor dapat menjadi salah satu cara untuk membuat efek jera kepada masyarakat. Akan tetapi, para penegak hukum seharusnya memahami, bahwa dengan dijebloskannya seorang koruptor ke dalam penjara, sudah menjadi salah satu bentuk dari efek jera itu sendiri.
"Efek jera memang menjadi salah satu ajaran. Tapi ajaran yang paling modern adalah bagaimana kita mengembalikan orang menjadi orang yang baik dan memulihkan orang untuk menjadi seorang yang bertanggung jawab di tengah masyarakat," ujar Bagir.
Karenanya, dia menegaskan, pada saat seorang koruptor divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara, maka di saat bersamaan mereka sudah kehilangan kemerdekaannya. Hilangnya kemerdekaan itu dianggap Bagir sebagai salah satu bentuk hukuman yang sudah menempel dengan para terpidana.
"Orang begitu masuk penjara sudah dicabut kebebasannya. Mereka sudah kehilangan kemerdekaan. Kalau sudah seperti itu, jangan hak-haknya yang lain menjadi tidak dilihat," kata Bagir.