Jakarta, CNN Indonesia -- Putu Oka Sukanta adalah penyair yang aktif di organisasi seni Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA). Kini ia berusia 75 tahun. Pahit manis pengalaman hidup sudah dicecapnya. Ia pernah jadi guru dan wartawan, bahkan Putu juga pernah dikerangkengkan tanpa pernah melalui pengadilan.Sabtu pekan lalu, ia bercerita soal secuplik hidupnya kepada Utami Diah dari CNN Indonesia.
Karya anda selama ini mengenai apa?Karya saya mengenai situasi masyarakat yang paling dekat dengan saya sejak 15 tahun, yakni kemiskinan dan diskriminasi dalam struktur sosial masyarakat. Saya lahir dari keluarga petani miskin yang mendapatkan diskriminasi dari Pemerintah Hindia Belanda. Ayah dan kakak saya tidak sekolah. Komunitas di tempat kami tinggal juga dari kalangan menengah ke bawah. Jadi, kehidupan orang miskin sudah sangat dekat dengan saya.
Selain kemiskinan, saya juga banyak menyoroti tentang ketimpangan relasi antara perempuan dan lelaki. Di Bali, posisi perempuan selalu ditempatkan pada nomor dua. Itu banyak saya soroti. Sayangnya, saat saya usia 19 tahun, saya ditangkap oleh pemerintah Orde Baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditangkap atas tuduhan apa?Saya ditangkap tahun 1966 ketika pulang bioskop sama pacar saya. Tidak tahu. Tidak ada pernah alasan yang dikemukakan pemerintah saat penangkapan. Saya juga tidak pernah diadili. Hanya saya ditanya-tanya tentang keberadaan si A, B, C yang saya tidak pernah tahu sama sekali keberadaanya.
Berapa lama penangkapan?Sepuluh tahun
Saat itu apa kegiatan anda?
Saya penulis tetapi saya aktif di organisasi kebudayaan seniman, seperti salah satunya Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Ada Pramoedya Ananta Toer dan Rivai Apin di sana.
Waktu ditahan sempat disiksa?Jelas. Saya tidak mau jawab pertanyaan interogator karena memang saya tidak tahu. Lalu, punggung saya dihabisi dengan ekor pari hingga berdarah-darah. Waktu itu jaksa juga sempat bilang sama saya, apa yang bisa diadili dari kamu? Lalu saya dikembalikan ke penjara di Salemba dan Tanggerang.
Apa kagiatan selama di penjara?Saya dilarang punya pensil dan kertas. Kalau punya pensil dan kertas pasti dapat siksaan fisik dan dimasukkan ke sel yang lebih kecil lagi. Kerjaan saya di penjara, saya berusaha belajar dari tahanan lain dan mencoba menguatkan memori dan otak saya buat bekerja. Supaya saya tidak gila.
Lalu dilepas tahun berapa?Saya dilepas tahun 1976, saya dengar bisik-bisik tekanan luar negeri begitu berat pada Soeharto, bahwa rezimnya telah melakukan penahanan dan penindasan luar biasa. Kalau tak mau dilepaskan akan ada sangsi ekonomi terhadap Indonesia. Tekanan itu datang dari Eropa dan Amerika. Mereka tidak suka bekerjasama dengan negara pelaku HAM berat.
Dugaan anda, kenapa anda ditangkap?Dulu Lekra dekat dengan Soekarno. Dan saat itu ada gerakan ingin menggulingkan Soekarno. Sebelum soekarno jatuh, mereka harus menghabiskan dan menghancurkan kaki-kakinya terlebih dahulu.
Saat ini apa kegiatan anda?Karya saya, Ancaman, yang ditulis setelah saya keluar dari penjara, mau dipentaskan oleh Teater Kipas.
Ancaman tentang apa?Ancaman tentang eks tahanan politik 1965 yang hidup susah dimasyarakat. Mereka ingin kembali hidup normal tetapi selalu diincar juga oleh intel. Kegiatannya terbatas dengan status ET pada KTP. Sementara isterinya, yang senang menari, malah dituduh anggota penari 'HarumBunga' yang senang menyilet-nyilet di Lobang Buaya. Intinya, eks tapol 65 benar-benar kehilangan keamanan untuk hidup. Dimanapun dia berada selalu diintelin dan diobservasi.
Harapan anda buat pemerintah?Pemerintah bisa mencabut peraturan diskriminatif seperti Instruksi Mendagri No. 32 Tahun 1981 tentang larangan bekerja sebagai penulis, PNS atau profesi lainnya bagi eks tahanan politik. Instruksi itu tidak dilakukan penuh tetapi masih ada dan sangat diskriminatif. Selain itu, saya berharap masyarakat saat ini, siapapun dia, bisa bekreasi dan mendapatkan penghasilan tanpa ketakutan dan intimidasi. Itu yang terpenting.