Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri kini bisa jumawa. Persoalan perda yang bertabrakan dengan aturan yang lebih tinggi bakal dengan mudah mereka bisa atasi. Revisi Undang-undang Pemerintah Daerah, membuat celah untuk mereka bisa membatalkan peraturan daerah yang sering bertabrakan dengan aturan yang lebih tinggi.
“Jika sebelumnya yang berhak membatalkan adalah presiden, kini kementerian melalui undang-undang pemda bisa melakukan pembatalan dengan beberapa tahapan,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Djohermansyah Johan kepada CNN Indonesia Rabu (8/10).
Revisu UU Pemda, kata Djohermansyah, memberikan kewenangan untuk menteri bisa membatalkan peraturan daerah yang dianggap bermasalah. Tahapannya, melalui pertama peringatan tertulis, lalu kemudian pemanggilan dan hingga teguran lalu terakhir pencabutan. “Jadi kementerian pun tak berbuat semena-mena,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran keran otonomi daerah terbuka, peraturan daerah kini marak bermunculan. Kementerian Dalam Negeri menilai banyak peraturan daerah yang bermasalah. Mulai dari berbenturan dengan undang-undang yang lebih tinggi hingga silang sengkarut dengan hukum positif yang berlaku di republik.
Banyak daerah membuat peraturan tanpa berpikir dampak dan benturannya dengan aturan yang lebih tinggiDjohermansyah Johan |
Menurut Djohermansyah, sebenarnya cuma ada tiga rambu yang kemudian harus dipatuhi oleh peraturan daerah buatan pemda. pertema, tak berbenturan dengan peraturan, kedua tidak mengganggu kepentingan umum, ketiga tak mengganggu ketentraman.
Sepanjang Tahun 2013, Kementerian Dalam Negeri menemukan 215 perda bermasalah. Jumlah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2012, yakni 173 Perda yang bermasalah.
Kementerian Dalam Negeri sudah mengirimkan surat untuk meminta Pemda dan DPRD daerah tersebut mengklarifikasi Perda-Perda yang dianggap bermaasalah. Namun ternyata hal ini tak efektif. Sebab pada kenyataannya, pemerintah daerah tidak pernah melakukan klarifikasi.
“Banyak daerah membuat peraturan tanpa berpikir dampak dan benturannya dengan aturan yang lebih tinggi,” kata Djohermansyah. Saat ini yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat adalah meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan legislatif sehingga dalam membuat peraturan daerah bisa berpikir jangka panjang.