Pekan Baru, CNN Indonesia -- Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Riau mengatakan polisi sudah menetapkan 248 tersangka dan membuat 140 laporan hingga Oktober 2014 terkait kasus pembakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Namun, dari ratusan tersangka tersebut, hanya mencuat satu nama terkait korporasi. Sisanya berasal dari kalangan warga lokal.
"Dari ratusan tersangka, ada 3 orang yang masuk DPO kami," ujar Kapolda Riau Brigadir Jenderal Dolly Bambang Hermawan, saat ditemui CNN Indonesia di kantornya, Senin (13/10).
Tiga orang tersebut, dia melanjutkan, merupakan warga biasa. Dolly mengatakan warga sering melakukan pembakaran hutan gambut untuk membuka lahan dikarenakan lebih mudah. Selain itu, lahan yang sudah dibakar terlebih dulu, diyakini bisa lebih cepat subur dan mudah ditanami dengan palawija.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Riau yang berimbas kepada tebalnya kabut asap seolah menjadi peristiwa rutin yang tak bisa dihindari. Setiap tahun selalu ada tersangka baru yang ditetapkan oleh pihak kepolisian meski sedikit sekali yang akhirnya diproses hingga ke pengadilan. Pada kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau pada 2013, 7 korporasi (PT BNS, PT RUJ, PT SLR, PT SPM, PT JJP, PT LIH dan PT BBHA) ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Tak satupun maju ke persidangan.
Sementara untuk kasus kebakaran hutan pada awal tahun 2014 ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyidik 3 dari 23 perusahaan yang diduga bertanggungjawab atas kebakaran hutan. Namun, tidak satupun dari perusahaan tersebut dinyatakan terbukti membakar hutan dan lahan.
Dolly melanjutkan satu perusahaan dan dua petinggi yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian hingga kini masih belum ditahan dan menjalani persidangan.
"Berkasnya belum dianggap lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Riau," kata dia.
Menanggapi itu, Abetnego Tarigan selaku Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengatakan penegakan hukum yang berfokus pada individu membuat pembuktian pelaku pembakaran hutan menjadi lebih sulit. "Pelaku di lapangan pandai menyamarkan. Bilang saja tak sengaja buang puntung rokok dan tiba-tiba terbakar," katanya saat dihubungi CNN Indonesia.
Menurut Abetnego yang saat ini mendesak diperhatikan oleh pemerintah adalah pemilik perusahaan yang memiliki konsesi atas bidang tanah perkebunan dan usaha industri mesti dipaksa bertanggungjawab atas lahan yang mereka kuasai. Dengan demikian, jika ada kebakaran terjadi di lahan perusahaan tersebut, korporasi yang bersangkutan bisa dijerat pidana.
Meskipun demikian, Abet berpendapat pemerintah perlu mengurangi pemberian izin pengelolaan hutan gambut untuk industri melihat masih seringnya kasus kebakaran hutan yang terjadi di Riau dan menyebabkan kabut asap secara masif ke daerah di sekitarnya.
"Selain proteksi hutan gambut, pemberian izin juga perlu ditinjau kembali," dia menjelaskan.
Hingga berita ini diturunkan, menurut pandangan mata CNN Indonesia dari ibukota Riau, Pekanbaru, kabut asap masih memenuhi udara kota. Namun, setelah diguyur hujan semalam, kabut asap mulai menipis dan warga kembali beraktivitas normal tanpa menggunakan masker.