Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Rito Nasibu sebagai tersangka tindak pidana korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Gorontalo Utara.
"Tersangka ditahan sejak tanggal 14 Oktober sampai 2 Nopember 2014 di Rutan Polda Gorontalo," kata Kepala Sub Bagian Operasional Bareskrim Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri AKBP Arief Adiharsa berdasar rilis yang diterima, Selasa (14/10). Sebelumnya, Polda Gorontalo Utara telah menahan Rito berdasar surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/74.a/IV/2014/tipidkor tertanggal 17 April 2014.
Rito menyebutkan korupsi dilakukan dengan menggunakan dua modus. "Ada dua modus operandi yaitu konstruksi dan pengadaan barang," kata Arief saat dikonfirmasi CNN Indonesia, Selasa (14/10). Dia juga menambahkan, saat ini sudah ada sistem kartel dalam kasus pengadaan alat kesehatan di sejumlah wilayah. Termasuk di antaranya Gorontalo Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perusahaan di Jakarta mendata seluruh kabupaten atau provinsi yang akan melakukan pengadaan alat kesehatan. Dia punya data, misal yang akan diadakan tahun depan, dia sudah tahu pengadaan ada di wilayah mana," kata Arief. Selanjutnya, perusahaan akan bekerja sama dengan perusahaan lokal atau akan membuka cabang perusahaan baru di lokasi tersebut.
"Alat kesehatan itu kan banyak diskonnya. Dari situ mereka (perusahaan) bisa untung banyak.
Nah, misalnya dapat 60 persen, yang 30 persen buat suap," ujar Arief. Suap itu, imbuh Arief, yang kemudian menjadi uang pelicin kepada pejabat daerah untuk memenangkan tender.
Sementara itu, modus operandi kedua dilakukan melalui konstruksi atau pembangunan. Dalam kasus ini, Rito disangka telah melakukan korupsi pembangunan pagar keliling, penimbunan, jalan akses, dan jaringan air bersih di Desa Bulalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, dengan menggunakan anggaran tahun 2011.
Rito membantu PT Kharisma Indoraya Sukses (PT KIS) memenangkan tender dan memberikan uang kepada direktur perusahaan Junangsih sebesar Rp 4,4 miliar untuk menggarap proyek. Namun, perusahaan tersebut dinilai tidak mengerjakan proyek sesuai spesifikasi teknis dalam tenggat waktu yang ditetapkan.
Atas tindakannya, Rito dikenai pasal 2 atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUH Pidana. Akibatnya, negara mengalami kerugian sejumlah Rp 896 juta.
Hingga saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi di Gorontalo Utara. "Ada kemungkinan pejabat yang lebih tinggi akan diperiksa," ucapnya. Untuk menghindari adanya tekanan dari berbagai pihak dan ancaman tutup mulut, Direktur Tipikor Bareskrim telah memberikan arahan untuk tidak memberikan izin besuk bagi tersangka.