Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai aktivis abai terhadap persoalan kesehatan dan kesejahteraan perempuan. Hal itu dibuktikan dengan masih tingginya angka kematian ibu dan anak (AKI) selama 10 tahun terakhir.
"Anggaran pemerintah untuk kesehatan masih kecil. Alhasil, AKI menunjukkan kecenderungan meningkat," kata Dian Kartika Sari dari Koalisi Perempuan Indonesia kepada CNN Indonesia di sela-sela pernyataan bersama Gerakan Perempuan Indonesia Melawan Pemiskinan, Minggu (19/10).
Menurut Dian, saat ini pemerintah masih belum konsisten menjalankan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di mana alokasi anggaran kesehatan baru mencapai 2 persen dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Padahal, kata Dian, sesuai amanat UU SJSN semestinya alokasi anggaran mencapai 5 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah AKI semakin meningkat tiap tahunnya. Pada 2012, AKI telah mencapai angka 359 per 100 kelahiran hidup. Jumlah ini meningkat dari AKI pada 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu kelahiran hidup. Padahal, pemerintah menargetkan dalam tujuan pembangunan millenium (MDGs) AKI akan turun hingga 102 per 100 ribu kelahiran.
Chairunnisa, selaku Ketua organisasi perempuan Muhammadiyah Aisyiyah, secara terpisah mengatakan target tersebut akan sangat sulit tercapai. Dia lantas menjelaskan masih tingginya AKI disebabkan oleh kurangnya informasi dan sosialisasi terkait ibu hamil beresiko.
"Masih banyak perempuan hamil yang ketika sampai di klinik, kondisi kehamilannya sudah terlalu parah hingga tidak bisa diselamatkan," kata dia.
Sementara itu, Missiyah dari lembaga swadaya masyarakat (lsm) KAPAL Perempuan mengatakan kurangnya informasi perempuan juga diakibatkan oleh tidak adanya upaya terintergrasi antara usaha medis dengan penyadaran gender.
"Dari contoh kasus kematian yang ada, ditemukan fakta keputusan selalu terlambat dibuat," ujar dia. "Hal ini disebabkan kebanyakan keputusan terkait kehamilan dan persalinan selalu diambil oleh laki-laki."
Missiyah kemudian mengatakan revisi UU Perkawinan merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk menurunkan AKI. "Perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun merupakan kelompok beresiko tinggin atas kematian," dia menutup pembicaraan.