Jakarta, CNN Indonesia -- Pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam proses pembentukan kabinet Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinilai oleh pengamat sebagai langkah kehati-hatian. Pemerintahan bersih yang anti korupsi merupakan tujuan akhir kerjasama dengan dua lembaga negara anti korupsi tersebut.
"Kerjasama dengan KPK dan PPATK cocok dengan apa yang diinginkan Jokowi-JK untuk ciptakan pemerintahan bersih," kata Dodi Ambardi selaku Direktur Eksekutif Lembaga Survey Indonesia (LSI) kepada CNN Indonesia, Rabu (22/10).
Dodi melihat Jokowi-JK bisa saja salah dalam memilih orang sebagai menterinya dalam penentuan kabinet. Dalam pengertian, orang tersebut bisa saja tampak bagus dari luar tetapi setelah bekerja justru bermasalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden harus melihat mana yang mampu bekerja dan yang tidak," dia menegaskan. "Politikus tidak punya data (latar) itu tapi KPK dan PPATK punya."
Langkah kerjasama tersebut, menurut Dodi, merupakan sebuah langkah hati-hati yang baik dari Presiden serta bukan merupakan upaya pelimpahan kewenangan kepada dua lembaga negara anti korupsi tersebut.
Pasalnya, Presiden hanya menyerahkan daftar nama calon menteri ke KPK dan PPATK, untuk ditelusuri mana yang pernah terlibat kasus korupsi untuk kemudian dijadikan pertimbangan. Kedua lembaga tersebut, lanjutnya, tidak memberikan rekomendasi nama apapun hanya data-data jejak rekam calon menteri.
"Kalau ingin memulai pemerintahan yang bersih maka harus dimulai dengan orang yang bersih," kata dia.
Sebelumnya, Jokowi-JK memundurkan jadwal pengumuman nama-nama kabinetnya. Alih-alih dilakukan pada Selasa 21 Oktober, hingga berita ini diturunkan, masih belum ada kabar mengenai pengumuman nama jajaran menteri Jokowi-JK. Keterlambatan tersebut disebabkan oleh adanya pelibatan dua lembaga anti korupsi KPK dan PPATK untuk menelusuri daftar calon yang bermasalah atau tidak.