Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo diminta melibatkan lembaga lain untuk menelusuri rekam jejak 43 calon menteri untuk kabinetnya. Selain telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, lembaga lain yang punya catatan penyimpangan juga perlu dimintai pertimbangan.
"Kami mengusulkan ruang mitigasi dibuka seluas-luasnya untuk masyarakat. Kami minta lembaga lain juga melakukan klarifikasi atau mekanisme lain harus diberdayakan oleh Jokowi yang melibatkan masyarakat," ujar Koordinator KontraS Haris Azhar di Kantor KontraS, Menteng, Jakarta, Selasa (21/0).
Menindaklanjuti catatan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap 43 nama calon menteri kabinetnya. Permintaan itu dilakukan menyusul hasil penelusuran KPK yang memberi tanda merah dan kuning untuk kandidat menteri yang terindikasi korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan, organisasi lain yang perlu dilibatkan di antaranya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ombudsman, dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, Jokowi juga diminta menindaklanjuti catatan merah dan kuning yang diberikan KPK.
"Kami minta Jokowi menindaklanjuti serius catatan tersebut. Jangan hanya formalitas saja. Misal KPK menandai merah, kuning, dan hijau. Untuk merah dan kuning, usulan kami harus didrop," ujar Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.
Koalisi juga mengkritisi proses pemilihan menteri yang tidak terbuka. Padahal transparansi dapat membantu Jokowi tidak tersandera dengan banyak kepentingan. "Selama ini kementerian kerap dijadikan mencari logistik, terutama politik. Ini yang banyak memunculkan korupsi politik. Agar tidak mengulangi, pemilihan harus terbuka," kata Ade.
Aktifis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Khalisah Kahlid menekankan, kasus korupsi di sektor lingkungan dilakukan oleh partai politik dan korporasi. "Kami mendesak Jokowi tidak memilih orang yang pernah menjadi konsultan korporasi lingkungan," ujar Khalisah.
Hal senada disampaikan Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Eryanto Nugroho. Eryanto mengatakan, Jokowi harus memaksimalkan waktu 14 hari untuk memastikan nama calon menteri yang dipilih dapat mencerminkan visi misi Jokowi. Merujuk Pasal 22, 23, dan 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, presiden memilih langsung menterinya. Menteri yang dipilih hanyalah kandidat yang memiliki integritas dan kepribadian yang baik.
"Kementerian bukan jadi pelayanan publik tapi pusat logistik orang-orang tertentu. Pemilihan menteri yang punya rekam jejak baik menutup peluang korupsi di kementerian," ujar Ade.