KORUPSI SKK MIGAS

Artha Meris Mengaku Tak Suap Rudi Rubiandini

CNN Indonesia
Kamis, 30 Okt 2014 13:48 WIB
Terdakwa kasus suap Artha Meris Simbolon tak mengaku telah melakukan suap kepada bekas Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandiri.
Terdakwa suap Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (PT KPI) Artha Meris Simbolon tak mengaku telah menyuap bekas Kepala SKK Migas Rudi Rubiandi. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa suap Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (PT KPI) Artha Meris Simbolon tak mengaku telah  menyuap bekas Kepala SKK Migas Rudi Rubiandi.

"Itu tidak benar. Saya tidak memberi suap (pada Rudi Rubiandini)," kata Artha menjawab pertanyaan jaksa pada saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (30/10). Dia juga menyanggah dakwaan atas dirinya yang menyuruh supir pribadi Muhammad Abror untuk memberikan uang kepada Rudi melalui pelatih golf Rudi, Deviardi.

Dalam sidang kali ini, jaksa juga menanyakan mengenai komunikasi Artha dengan Marihad Simbolon, Komisaris Utama PT KPI, berkenaan dengan harga gas. "Apakah yang diperdengarkan dalam rekaman telepon itu suara saudara dan nomor yang digunakan itu nomor Anda? Ahli mengatakan itu mirip suara Anda?" kata hakim ketua Saiful Arif saat sidang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi pertanyaan sidang, Meris menyanggah. "Itu tidak benar. Nomornya saja saya tidak ingat," kata Meris.

Meski demikian, Meris mengaku dirinya pernah bertemu dengan Rudi sebanyak dua kali. Pada pertemuan pertama, Meris bercerita ihwal keinginannya untuk memindahkan perusahaannya ke Jawa Timur lantaran mahalnya harga gas di Kalimantan Timur. Sementara, pada pertemuan kedua di lapangan golf di Bandung, Meris mengaku membicarakan permohonan penyesuaian harga gas untuk PT KPI agar perusahaannya tidak gulung tikar.

Selain itu, Artha mengaku mengajukan permohonan lobi harga gas untuk perusahaan yang dipimpinnya, PT KPI, ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Saya mengirim surat untuk meminta kebenaran dan keadilan terhadap harga gas yang dikenakan ke PT KPI yang sangat tinggi," ujarnya.

Saat didesak hakim ihwal pertemuannya dengan Rudi sebagai Kepala SKK Migas di lapangan golf dan membicarakan soal penurunan harga, Artha mengaku hanya bercerita soal permasalahan perusahaannya tersebut.

Merujuk pada berkas dakwaan, pada November 2012, Marihad selaku komisaris utama mengirimkan surat kepada Menteri ESDM ihwal usulan penyesuaian formula gas PT Kaltim Prana Industri. Sebagai tindak lanjut, Kementerian ESDM dan SKK Migas melakukan rapat pada 21 Desember 2012 yang menghasilkan penolakan bahwa usulan penurunan harga tidak dapat diberikan lantaran akan merugikan negara.

Pada rapat selanjutnya, diputuskan SKK Migas dan ESDM memberikan rekomendasi untuk penurunan harga. Namun, setelah dilakukan analisis, penurunan harga tidak diperlukan lantaran harga masih memberikan keuntungan bagi perusahaan Meris.

Tak puas sampai di situ, Artha dan Marihad melakukan lobi dengan Rudi. Meris memohon kepada Rudi untuk memberikan rekomendasi atau persetujuan guna menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri.

Untuk memuluskan negosiasi tersebut, Artha akhirnya menyuap Rudi senilai US$ 522 ribu. Uang diserahkan melalui Deviardi, pelatih golf Rudi. Duit diberikan secara bertahap pada bulan Maret hingga 3 Agustus 2013 di sejumlah lokasi, di antaranya Hotel Sari Pan Pasific Jakarta Pusat dan Cafe Nanini Plaza Senayan.

Namun, dalam sidang sebelumnya, Kepala Divisi Komersialisasi Gas Bidang Pengendalian Komersil SKK Migas Popi Ahmad Nafis mengaku disuruh bosnya, Rudi, untuk memperbaharui informasi mutakhir soal penurunan harga gas yang diminta oleh perusahaan yang dipimpin Meris. "Saya disuruh menemui Marihad Simbolon (Komisaris Utama PT KPI) di Hotel Mariottt," ucap Popi dalam kesaksiannya yang dibacakan jaksa, Kamis (23/10). Peran Popi yakni menjadi mediator kepada PT KPI soal lobi harga gas.

Atas tindakan tersebut, Meris dikenai dakwaan primer melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Meris diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER