Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pos Indonesia, Budi Setiawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas kasus pengadaan perangkat portabel data terminal (PDT) anggaran 2012-2013 di PT Pos Indonesia. Penetapan tersebut menambah jumlah tersangka kasus pengadaan PDT menjadi tiga orang.
“Dirut PT Pos ditetapkan sebagai tersangka sejak dua pekan lalu,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony T. Spontana kepada CNNindonesia, Senin (3/11). Namun Tony mengatakan, pihaknya belum akan melakukan penahanan terhadap Budi Setiawan. "Belum ditahan."
Sebelum Budi, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan dua tersangka untuk kasus yang sama. Keduanya adalah M, Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa dan Penerima Barang di PT Pos Indonesia Bandung, dan Direktur Utama PT Datindo berinisial EC.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus pengadaan tersebut berawal saat proyek pengadaan alat PDT dicanangkan pada Mei hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima. Nantinya, data yang berasal dari pengantar pos tersebut akan terkirim ke server pusat.
PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut dan mengeluarkan dana hingga Rp 10,5 Miliar. Dana itu didapat PT Pos dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kendala ditemui ketika dari 1725 alat PDT yang dibeli hanya 50 yang berfungsi namun tidak sesuai spesifikasi yang tertera dalam kontrak. Salah satu kekurangan dalam alat tersebut adalah tidak adanya GPS dan daya baterai yang hanya bertahan selama tiga jam. Padahal dalam kontrak, harusnya alat tersebut memiliki GPS dengan daya tahan baterai mencapai delapan jam.
Kini 1725 alat tersebut sudah disita oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung di PT Pos, Bandung, menghasilkan temuan berkas pengadaan 1725 PDT, yang juga akan dijadikan sebagai barang bukti.