Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar menemukan beragam kejanggalan dari proses penanganan tersangka
kasus penghinaan Presiden Joko Widodo dan Megawati Soekarnoputri, Muhammad Arsyad.
"Hukum acara banyak yang dilanggar," kata Haris dalam sebuah diskusi bertajuk "Tantangan Kinerja Polisi di Pemerintahan Jokowi", yang digelar di Cikini, Jakarta, Selalsa (4/11).
Menurut Haris, pelanggaran terhadap sejumlah prosedur hukum membuat proses pengusutan materi hukum dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irfan Fahmi, kuasa hukum Arsyad, mengungkapkan penyidik tidak meninggalkan surat penangkapan kepada keluarga saat
Arsyad ditangkap. "Ini membingungkan keluarga, sebenarnya Arsyad di mana, apa benar di Mabes Polri?" kata Irfan ketika ditemui usai diskusi tersebut.
Haris dan Irfan juga menyoroti proses pembuktian kasus tersebut lantaran telah terjadi pelanggaran prosedur hukum. Haris menyebut, dalam kasus Arsyad kerugian belum dibuktikan. Kasus serupa juga marak terjadi di negara lain di Eropa tetapi tidak ditindak dengan penahanan tersangka.
Terkait delik yang diperkarakan, Irfan memepertanyakan konsistensi pihak kepolisian. Arsyad sebelumnya ditudung melanggar Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Pornografi, Pasal 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 310 KUHP soal pencemaran nama baik. "Penyidik Mabes Polri mulai goyah menggunakan UU ITE karena bernuansa delik aduan. Mabes akan menjadikan benteng UU Pornografi dan dijadikan delik umum dengan ancaman 12 tahun penjara," ujar Irfan.
Delik umum menimbulkan konsekuensi bahwa sekalipun Jokowi sebagai korban telah memberi maaf, penanganan proses hukum tetap berjalan. Sebaliknya, proses hukum terhadap kasus yang berdasarkan pada delik aduan akan berakhir dengan adanya permintaan maaf dan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menghentikan perkara.
"Kami mohon ada restorative justice, kalau sudah memaafkan, ya perkara selesai. Menurut kami, deliknya seharusnya delik aduan dan ranahnya UU ITE," ujar Irfan.
Irfan berpendapat, apabila ada dua pasal yang dikenakan kepada tersangka maka yang harus dijadikan ancaman adalah delik yang hukumannya lebih ringan. Dalam delik aduan, ancaman hukuman yakni maksimal enam tahun penjara.
Kuasa hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Henry Yosodiningrat ketika dihubungi CNN Indonesia, Sabtu lalu (1/11), mengatakan delik yang dia perkarakan adalah delik umum. "Proses masih harus berjalan," ujarnya. Kalaupun Jokowi memaafkan, itu akan menjadi pertimbangan meringankan bagi hakim untuk memutus perkara.
Arsyad disangka mengunggah gambar dua orang sedang bersenggama dan mengubahnya dengan wajah Jokowi dan Megawati. Gambar tersebut dia unggah dalam laman akun facebook miliknya. Pada Kamis (23/10), Arsyad ditangkap dan diperiksa selama enam jam lebih. Sejak saat itu dia ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri.
Sabtu (1/11), Mursida dan suaminya mendatangi Istana Negara untuk meminta maaf kepada Jokowi terkait tindakan yang dilakukan anaknya, Arsyad. Dalam kesempatan itu Jokowi telah memaafkan Arsyad, namun proses hukum tetap berjalan.