Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus pemerasan dan pencemaran nama baik yang melibatkan tiga orang yang diduga sebagai admin akun @triomacan2000 masih terus diusut Polda Metro Jaya. Namun Junaeid, kuasa hukum dari tersangka Raden Nuh membantah kliennya merupakan admin dari akun tersebut.
"Belum ada pernyataan detil ke sana tapi klien saya, RN, membantah sebagai admin akun tersebut," ujar Junaedi saat ditemui di Bareskrim Polri, Selasa (4/11).
Menurut Junaedi, tersangka lain, ES, juga membantah dirinya adalah admin @triomacan2000. Raden Nuh, Edi Syahputra, dan Hari Koeshardjono ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap pengusaha berinisial AS. Saat itu pemerasan dilakukan dengan menggunakan akun @berantas3 dan @denjaka8, yang kini sudah tidak aktif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Modus pemerasan yang diduga dilakukan Raden Nuh, ES, dan HK berawal saat salah satu akun memposting gambar AS disandingkan dengan foto salah satu petinggi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk berinisial AY sekitar Agustus 2014.
Kepala Sub Unit Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Ajun Komisaris Besar Hilarius Duha mengatakan, HK mengontak AS sambil meminta uang sejumlah Rp 300 juta jika ingin foto berita tersebut dihapus. Setelah bernegosiasi via Blackberry Messenger, akhirnya AS setuju membayar Rp 50 Juta. Hingga September 2014, foto berita tersebut tidak kunjung dihapus yang membuat AS mempertanyakan kembali pada HK.
Akhirnya RN, rekan HK meminta AS untuk mengirim uang sebesar Rp 300 Juta bila benar-benar ingin berita miring tersebut dihilangkan. Merasa diperas, AS melaporkan hal itu ke Polda Metro Jaya yang langsung direspon dengan menangkap ES, HK, dan Raden Nuh. Hingga kini Polda Metro Jaya terus melakukan koordinasi mengusut kasus tersebut karena ada indikasi terdapat tersangka lain.
Selain itu Polda Metro juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) karena ditemukan kemungkinan praktik pencucian uang dalam kasus tersebut.
Junaedi mengungkapkan proses pemeriksaan terus berjalan dan dia mempersilakan polisi melakukan tugasnya. "Kami beri kesempatan pada penyidik untuk melakukan penyidikan secara proporsional," katanya.
Junaedi juga membantah uang Rp 50 Juta yang disita polisi merupakan uang hasil pemerasan. "Uang itu merupakan kewajiban AS sebagai salah satu pemegang saham di asatunews.com, dan klien saya beserta ES sama-sama bekerja di situs tersebut," ujarnya.