Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat kebijakan publik mempertanyakan data acuan warga miskin dari Biro Pusat Statistik, BPS, yang digunakan pemerintah selama ini untuk memberikan bantuan sosial masyarakat.
Data BPS ini dinilai tidak tepat dipakai untuk menjaring calon penerima bansos.
"Pemerintah mestinya bisa membedakan antara data sensus penduduk dengan administrasi kependudukan," kata Kurniawan Zein, peneliti senior dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) kepada CNN Indonesia, Rabu (5/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah selalu menggunakan data dari BPS sebagai rujukan dalam memberi bantuan kepada warga terkategori miskin sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memberi bantuan tunai langsung tunai, BLT, pada 2004.
Bantuan sosial tahun 2014 dikemas dengan nama program Keluarga Produktif yang alih-alih memberi dana tunai, bantuan itu dibalut dalam kemasan kartu dan pemberian bantuan bersifat layanan keuangan digital.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ketika ditemui di kantornya pada Senin (3/11) mengatakan pemerintah masih menggunakan data BPS 2011 untuk program bansos tersebut.
"Saat ini pemerintah masih menggunakan data 2011 nanti akan segera diperbarui agar tidak tumpang tindih," katanya.
Berdasarkan data BPS tersebut, pemerintah akan memberi bantuan sosial berupa uang dalam kartu kepada 15,5 juta Rumah Tangga Sangat Miskin di seluruh Indonesia.
Sebanyak 19 lokasi dipilih untuk meluncurkan program bantuan pada tahap awal atau hingga akhir 2014.
Akan tetapi, Kurniawan Zein dari LP3ES mengatakan data BPS hanya bisa menunjukkan sensus kependudukan atau populasi dan bukan administrasi kependudukan secara menyeluruh.
Penggunaan data tersebut, katanya, tidak memadai untuk dijadikan acuan untuk bansos dan seharusnya data penduduk miskin atau administrasi kependudukan untuk penduduk miskin terintegrasi dan tidak bisa parsial.
Oleh karena itu, dia menyarankan sebaiknya pemerintah membangun sistem mengenai data kependudukan termasuk data warga miskin alih-alih terburu-buru meluncurkan program bansos.
Sistem tersebut nanti bisa terintegrasi ke kartu telepon yang diberikan oleh pemerintah kepada warga kurang mampu.
"Sekarang pilihannya apa utamakan kepentingan politis atau ingin benar-benar bekerja buat rakyat?" kata dia.
Zein menambahkan kartu-kartu Jokowi sebaiknya jangan dilihat sebatas produk melainkan alat untuk membangun sistem kerja kependudukan yang integratif antar lembaga seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Sosial.
"Satu tahun ini bisa bangun sistem dulu baru tahun berikutnya godok anggaran dan implementasi. Jadi, bisa lebih berkelanjutan tidak hanya marketing Presiden saja," ujar dia.