Jakarta, CNN Indonesia -- Surat Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedianya dikirimkan kepada presiden Joko Widodo hari ini tidak jadi diserahkan. Surat yang berisi imbauan bagi para pengisi Kabinet Kerja agar menyerahkan laporan kekayaannya itu harus diralat karena ada masalah redaksional.
"Surat yang seharusnya disampaikan kepada pak presiden hari ini tidak jadi dikirim karena ada masalah redaksional," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di kantornya, Jakarta, Rabu petang.
Johan mengatakan, surat itu akan dikoreksi terlebih dahulu sebelum dikirim besok. Isi dari surat itu merupakan imbauan untuk pengisian LHKPN kepada presiden dan wakil presiden serta jajaran menteri yang tergabung dalam Kabinet Kerja pemerintahan periode 2014-2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski belum melayangkan surat kepada pemerintahan Jokowi-JK, Johan mengatakan KPK telah mengirimkan surat imbauan pelaporan harta kepada mantan pasangan kepala negara periode sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. "Itu sudah dikirim kemarin dan dititipkan ke Sekretariat Negara," ujarnya.
Selain pejabat eksekutif, KPK juga mengirimkan surat imbauan pelaporan harta ke para pejabat di ranah legislatif. Lebih dari 500 surat, kata Johan, dikirim secara bertahap kepada anggota DPR dan DPD saat ini. "Untuk sementara baru Pak Syarif Hasan yang menyerahkan laporan," kata Johan.
Hingga saat ini baru ada tiga menteri yang melaporkan harta kekayaannya. Mereka adalah Menpan-RB Yuddy Chrisnandi, Menteri Kesehatan Nilla Moeloek, dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Dari ketiga menteri itu hanya Nilla dan Amran yang diterima laporannya. Berkas laporan harta kekayaan Yuddy terpaksa dikembalikan karena format laporannya tidak sesuai dengan yang ada di KPK.
Meski sudah ada beberapa pejabat yang menyerahkan LHKPN, KPK tidak serta merta menerima begitu saja laporan harta kekayaan mereka. "Masih ada proses verifikasi sebelum dimasukkan ke dalam tambahan berita negara (TBN)," kata Johan.
Juru bicara yang menjabat sebagai Deputi Pencegahan KPK itu berharap masyarakat tidak lekas mengecap mereka yang belum melaporkan harta sebagai pejabat yang tidak pro terhadap pemberantasan korupsi. Johan mengatakan KPK memahami kendala para pejabat dalam menyusun harta kekayaannya karena proses menyusun dokumen dan berkas-berkas membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Kewajiban menteri untuk melaporkan harta sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Seorang pejabat negara wajib melaporkan harta kekayaanya sebanyak tiga kali, sebelum menjabat, saat menjabat, dan menjelang masa akhir jabatan. Johan mengatakan, pejabat negara masih punya waktu hingga tiga bulan untuk melaporkan harta kekayaannya.