Jakarta, CNN Indonesia -- Mengingat pentingnya pemahaman mengenai kesetaraan gender di kalangan masyarakat luas, aktivis penggiat isu perempuan mendorong pemerintah untuk memasukkan pendidikan kesetaraan gender dalam kurikulum 2013.
Hal itu disampaikan oleh Dwi Ruby Khofifah selaku perwakilan dari Asian Muslim Action Network (AMAN) dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rabu (12/11).
"Memberikan penjelasan mengenai pendidikan kesetaraan gender sulit sekali. Dalam birokrasi, banyak orang tidak percaya dengan kami dan mengaitkan pemahaman tersebut dengan agama," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumpa pers tersebut diadakan dalam rangka persiapan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (lsm) untuk menghandiri Konferensi Tingkat Regional Asia Pasifik yang akan diadakan di Bangkok.
Pendidikan kesetaraan gender di Indonesia rencananya merupakan topik yang akan diangkat oleh perwakilan lsm dalam konferensi Bangkok tersebut.
Dwi Ruby juga menyampaikan pemahaman mengenai kesetaraan gender selama ini masih sulit dilakukan karena pada umumnya masyarakat dan pemerintah masih memiliki pola pikir konservatif.
Oleh karena itu, pendidikan dinilai penting sebagai salah satu instrumen untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya penyetaraan hak antara lelaki dan perempuan.
Ruby juga menilai pendidikan kesetaraan gender bisa berpengaruh terhadap berkurangnya angka kekerasan seksual pada perempuan. Melalui pendidikan ini, lelaki secara dini akan diajarkan untuk menghargai tubuh teman perempuannya dalam pelajaran kesehatan reproduksi.
"Sayangnya, saat kami melakukan advokasi pendidikan kesehatan reproduksi banyak orang mengaitkan dengan moralitas. Kami dibilang memberikan pendidikan seksual praktis kepada siswa," kata dia.
Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum APIK, jumlah kekerasan terhadap perempuan pada 2013 tercatat sebanyak 992 kasus. Jumlah tersebut naik dari tahun 2012 di mana tercatat sebanyak 654 kasus. Dari angka tersebut, kasus kekerasan seksual termasuk kekerasan rumah tangga menempati urutan pertama dengan persentase sebesar 43,15 persen.
Melihat fakta tersebut, Ruby mengatakan semestinya pemerintah pusat menyikapi serius terlebih dahulu dengan melakukan perubahan masif dalam struktur birokrasi kepemerintahan.
"Saya harap Presiden Jokowi dengan moto kerja, kerja, kerja dapat melakukan hal ini," kata Ruby menegaskan.
Menanggapi seruan tersebut, Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender (PUG) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Heru Prasetyo Kasidi, mengatakan memasukkan pendidikan kesetaraan gender dalam kurikulum tidaklah mudah.
"Saya rasa tidak bisa memasukkan pendidikan itu ke dalam kurikulum karena sudah dipenuhi dengan ilmu sains dan segala macam," kata dia.
Meskipun demikian, dia mengatakan pemerintah sudah berupaya melakukan usaha untuk membantu pemahaman kesetaraan gender tersebut. Salah satunya dengan memasukkan pengetahuan gender ke dalam bahan ajar seperti ilustrasi buku dan gambar.
"Untuk itu, kami sudah bekerjasama dengan penulis buku dan penerbit," kata Heru.