PELANTIKAN AHOK

Beda Dasar Hukum Kemendagri dan KMP soal Ahok

CNN Indonesia
Jumat, 14 Nov 2014 11:10 WIB
Meski berpatokan pada Perppu yang sama, Kemendagri dan koalisi Prabowo berpegang pada pasal yang berbeda. KIH mendukung Kemendagri: lantik Ahok jadi gubernur.
Rencana pelantikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta ditentang oleh koalisi Prabowo. (detikfoto/Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Fraksi-fraksi anggota Koalisi Merah Putih tak menghadiri rapat paripurna istimewa DPRD DKI Jakarta yang membahas ketentuan pelantikan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jumat (14/11).

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Triwisaksana, menilai rapat paripurna hari ini maupun rencana pelantikan Ahok cacat prosedur. Sementara Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dari Fraksi PDIP menegaskan Ahok tetap akan diumumkan sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam paripurna itu demi mengakhiri kekisruhan soal kursi Jakarta 1.

Koalisi Indonesia Hebat berpatokan sama seperti Kementerian Dalam Negeri dalam menetapkan Ahok sebagai Gubernur KI Jakarta, yakni berdasarkan Pasal 203 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sebagai dasar hukum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 203 ayat (1) perppu tersebut berbunyi, “Dalam hal terjadi kekosongan gubernur, bupati, dan walikota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota menggantikan gubernur, bupati, dan walikota sampai berakhir masa jabatannya.”

Dasar hukum tersebut sesungguhnya telah ditegaskan Kemendagri dalam suratnya yang dikirimkan ke DPRD DKI Jakarta pada 28 Oktober. Namun Koalisi Merah Putih berpegang pada pasal berbeda dalam perppu itu, yaki Pasal 173 dan 174.

Pasal 173 ayat (1) berbunyi, “Dalam hal gubernur, bupati, dan wakilota berhalangan tetap, maka wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota tidak serta-merta menggantikan gubernur, bupati, dan walikota.”

Sementara Pasal 174 ayat (2) berbunyi, “Apabila sisa masa jabatan gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan, maka dilakukan pemilihan gubernur melalui DPRD Provinsi.”

Selanjutnya Pasal 174 ayat (3) berbunyi, “Gubernur hasil pemilihan melalui DPRD Provinsi meneruskan sisa masa jabatan gubernur yang berhenti atau diberhentikan.” Dan Pasal 174 ayat (4) berbunyi, “Apabila gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dicalonkan dari fraksi atau gabungan fraksi, maka fraksi atau gabungan fraksi yang mengusung gubernur yang berhenti atau diberhentikan tersebut mengusulkan dua orag calon gubernur kepada DPRD Provinsi untuk dipilih.”

Perbedaan tafsir tersebut membuat DPRD DKI Jakarta mengirim surat permohonan fatwa soal rencana pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta kepada Mahkamah Agung. Namun sampai kemarin, Kamis (13/11), MA menyatakan belum menerima surat dari DPRD DKI.

Secara terpisah, Kemendagri menyatakan fatwa MA sesungguhnya tak perlu dijadikan patokan. “Itu (fakwa MA) tak terlalu penting karena aturannya sudah jelas,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riatmadji. Ia menyatakan Ahok bisa langsung dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER