KORUPSI ALIH FUNGSI HUTAN

KPK Minta Menteri Tertibkan Izin Usaha Lahan

CNN Indonesia
Sabtu, 15 Nov 2014 00:38 WIB
KPK minta kementerian mencabut izin usaha alih fungsi lahan yang banyak penyimpangan. Menurut KPK, ada 120 juta hektar kawan hutan yang izinnya tidak jelas.
Pemberian izin dan alih fungsi lahan berpotensi menjadi lumbung korupsi oknum pejabat. Salah satunya adalah Gubernur Nonaktif Riau Annas Maamun jadi tersangka kasus penerima suap alih fungsi hutan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta sejumlah kementerian untuk mencabut izin alih fungsi lahan. Kementerian tersebut di antaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Soal izin memang perlu penertiban. Misal soal mineral dan batu bara, kita kaji bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kuasa Pertambangan (KP) di Indonesia," ujar komisioner KPK Zukarnaen di kantornya, Jakarta, Jumat (14/11).

Sejauh ini, ia mengatakan sudah ada 10.900 IUP yang dikeluarkan oleh kepala daerah. "Dari itu, IUP yang clear masih ada waktu itu 4.800," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara izin lainnya tidak bersih dan bermasalah.

Hal tersebut terungkap ketika ada pertemuan antara 12 kementerian dan kepala daerah di 12 provinsi pada tahun 2014. "Kami dorong untuk segera menertibkan agar clean and clear," katanya.

Hingga saat ini, banyak IUP yang sudah ditarik kembali. "Kotor karena tumpang tindih, ada yang di hutan lindung. Lalu tidak ada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu, NPWP asal dan alamat tidak jelas. Harusnya tidak diberikan (izin), maka kita desak untuk ditertibkan," ujarnya.

Menurutnya, penertiban tersebut berkorelasi dengan meningkatnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Dampaknya, PNBP intansi terkait meningkat signifikan, penerimaan Dinas Pertambangan juga meningkat," ucapnya.

Alih Fungsi Hutan

Selain itu, Zulkarnaen juga menyoroti permasalahan alih fungsi kawasan hutan. Untuk mengantisipasi hal serupa tetap berlanjut, pihaknya juga telah meneken kerja sama dengan 12 kementerian.

"Terkait peta kawasan hutan, skalanya juga tak sama, ini sumber masalah. Jadi ada rencana aksi masing-masing kementerian terkait untuk tindak lanjut," katanya.

Sejauh ini, ia menuturkan, ada sebanyak 120 juta hektar kawasan hutan yang izin alih fungsinya tidak jelas. "Banyak yang main tunjuk padahal ada tahapannya. Semua harus diselesaikan bersama kementerian terkait," katanya.

Setiap lahan yang akan digunakan, harus mendapat persetujuan dari sejumlah kementerian.

"Jadi irisan ini soal pertambangan, kalau pemetaan (kawasan) tumpang tindih maka jadi masalah. Jika izin yang diberikan ada kesalahan penyimpangan, maka harus dicabut. Demikian seharusnya, kalo syarat tidak penuhi tapi keluar (izin), maka juga bermasalah," katanya.

Pihaknya juga meminta setiap kementerian yang terkait dengan izin dan penggunaan lahan untuk memperhatikan tata ruang wilayah baik di provinsi maupun daerah. "Dari rapat kerja, kita perhatikan perkara-perkara yang ditangani untuk dipercepat (penyelesaiannya)," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan memastikan pihaknya akan lebih cermat dalam memberikan izin.

"Kalau sudah ada peta geospasial, peta hutan, peta lahan, dan tata ruang, kita akan mengatakan bahwa tidak akan mungkin lagi keluar kebijakan-kebijakan yang memungkinkan itu tumpang tindih," ujarnya usai menyerahkan laporan harta kekayaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat sore (14/11).

Politikus Partai NasDem tersebut juga mengatakan akan memaksimalkan penerapan regulasi yang sudah ada.

"Kita gunakan dulu UU yang ada karena tugas kementerian bukan membentuk UU. Mana kala itu terjadi tumpang tindih kelembagaan, kami atasi dengan koordinasi. Apalagi tadi soal kaitan lahan, sudah ada nota kesepahaman bersama, yang dikaitkan oleh KPK," katanya.

Korupsi Alih Fungsi

Pemberian izin dan alih fungsi lahan tersebut berpotensi menjadi lumbung korupsi sejumlah oknum pejabat. Saat ini, KPK tengah menangani dua kasus terkait hal tersebut. Salah satunya, kasus yang menjerat Gubernur Nonaktif Riau Annas Maamun.

Annas disangka menerima suap senilai Rp2 miliar dari pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung. Suap digunakan untuk memuluskan perizinan alih fungsi kawasan hutan. Gulat diketahui memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 140 hektar.

Lahan yang dimilikinya berstatus Hutan Tanaman Industri (HTI). Uang yang diberikan merupakan pemulus perubahan status lahannya menjadi lahan Areal Penggunaan Lain (APL).

Merujuk UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan HTI digunakan untuk tanaman industri. Pohon akasia termasuk di antaranya. Sementara tanaman sawit, tidak boleh ditanam di HTI.

Meski demikian, jika sebuah kawasan telah berubah status menjadi APL, maka kawasan tersebut tak lagi menjadi kawasan hutan. Dengan demikian, penggunaan lahan dapat digunakan dalam bentuk lain, seperti penanaman sawit.

Kasus lainnya melibatkan Bupati Bogor Rachmat Yasin.

Ia dan mantan Kepala Dinas Pertanian Bogor Zairin disangka menerima suap senilai Rp1,5 miliar dari Direktur utama PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) Kwee Cahyadi Kumala sebagai tersangka.

Suap digunakan sebagai ijon untuk mempercepat terbitnya rekomendasi alih fungsi kawasan hutan atas nama PT BJA seluas 2.754 hektar, yang merupakan syarat untuk pemanfaatan lahan 30 ribu hektar Kota Mandiri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER