GEMPA BUMI

Infrastruktur Peringatan Dini Tsunami Minim

CNN Indonesia
Minggu, 16 Nov 2014 16:09 WIB
Kekurangan infrastruktur di Indonesia tak hanya berlaku untuk urusan bisnis. Bahkan untuk peringatan dini tsunami pun mengalami keterbatasan infrastruktur.
Siswa SD berlari ke tempat aman saat simulasi evakuasi gempa dan tsunami di Lubukbuaya, Padang, Sumbar, Selasa (30/9). Simulasi melibatkan lebih 1.800 warga dan pelajar di kawasan yang tidak memiliki shelter. (Antara Foto/Iggoy el Fitra(
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut infrastruktur untuk peringatan dini tsunami di Indonesia masih sangat terbatas. Pemerintah pusat dan daerah diminta memberi perhatian besar terhadap kondisi tersebut.

"Shelter evakuasi hanya ada sekitar 50 unit dari kebutuhan 2.500 unit," Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran pers yang diterima CNN Indonesia, Ahad (16/11).

Shelter evakuasi merupakan salah satu infrastruktur yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dari terjangan tsunami. Menurut Sutopo, Indonesia juga hanya memiliki 38 sirine tsunami dari total 1.000 sirine yang dibutuhkan untuk 4.500 kilometer panjang pantai yang rawan tsunami.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan kekurangan infrastruktur tersebut, lanjut Sutopo, perlindungan terhadap masyarakat dari ancaman tsunami juga masih minim. Padahal waktu yang tersedia (golden time) untuk evakuasi hanya rata-rata 30 menit setelah gempa bumi.

"Ini jika sumber gempa lokal berada di sekitar Indonesia. Dengan waktu 30 menit, pasti terjadi kepanikan," kata Sutopo.

Lain halnya jika gempa berpusat di luar negeri, seperti saat terjadi tsunami di Sendai, Jepang, tahun 2011. Waktu evakuasi bisa menjadi lebih panjang yaitu sekitar lima jam.

Berdasarkan survei saat gempa 8,5 skala richter dan tsunami di Aceh, sebanyak 79 persen masyarakat keluar rumah saat gempa dan 21 persen tetap berada di rumah. 63 persen tidak mendengar sirine tsunami, 75 persen masyarakat melakukan evakuasi dengan membawa kendaraan sehingga macet, dan 71 persen masyarakat belum pernah mengikuti latihan evakuasi tsunami.

Indonesia memang rawan tsunami. Berdasarkan data BNPB, sejak 1629-2014, telah terjadi 174 tsunami di Indonesia. Pada 12 Desember 1992 di Flores, 2.150 orang tewas dan hilang karena tsunami. Di Banyuwangi tahun 1994, setidaknya 238 orang tewas. Di Biak tahun 1996, 60 orang tewas dan 134 lainnya hilang. Mega tsunami di Aceh tahun 2004 menyebabkan 283 ribu orang tewas dan hilang.

Di Pangandaran tahun 2006, sebanyak 600 orang tewas. Ada sekitar 5 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan sedang-tinggi tsunami. "Ini adalah fakta. Tsunami harus mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah untuk melindungi masyarakat dari tsunami," kata Sutopo.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER