Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai bentrokan antara personel TNI dan Polri di Batam, Kepulauan Riau, adalah buah dari kegagalan pemimpin di kedua institusi itu. Akibatnya, prajurit membangkang dan tidak taat pada atasan.
Koordinator KontraS Hariz Azhar, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/11), mengatakan bentrokan ini sangat disayangkan sampai terjadi. Apalagi peristiwa itu bukan pertama kali terjadi. Dalam bentrokan kedua ini seorang prajurit TNI, Praka JK Marpaung, meregang nyawa.
"Masih terjadinya aksi-aksi penyerbuan tersebut menunjukan adanya persoalan-persoalan mendasar yang patut untuk diperhatikan," kata Haris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah mendasar itu salah satunya adalah kegagalan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan Kapolri Jenderal Sutarman dalam mendisiplinkan setiap anggotanya. Dua jenderal itu semestinya bisa membuat anggotanya tunduk dan patuh kepada hukum. Akibatnya ada upaya pembangkangan di jajaran prajurit tingkat bawah.
Di lapangan, kata Haris lagi, keberadaan komando teritorial dari tingkat Kodam sampai Koramil di tengah-tengah masyarakat, dinilai malah cenderung mengabaikan aturan hukum. Ini ditunjukkan melalui aksi-aksi main hakim sendiri dalam bentuk penyerbuan saat menghadapi masalah. Bukan hanya merugikan hubungan antar institusi, aksi brutal itu juga jelas melanggar hukum dan mengancam keselamatan jiwa masyarakat sipil.
Pada saat bentrok terjadi, banyak warga yang berada di tengah-tengah baku tembak antara TNI dan Polri. Seperti yang terjadi pada bentrokan antara anggota Yonif-134 Tuah Sakti dengan personel Brimob, yang pecah pada Rabu (19/11) lalu.
Bentrok berawal saat dua anggota TNI bertemu dengan dua anggota Brimob Polda Kepulauan Riau, di sebuah kios bensin eceran jalan Trans Barelang, Kecamatan Sagulum, Batam. Bentrokan merembet jauh dan melibatkan personel lain. Terdengar bunyi tembakan dalam bentrokan mereka.
Insiden serupa juga pernah terjadi antara TNI-Polri pada 21 September 2014 lalu. Saat itu, empat anggota TNI terluka. Bentrokan berawal dari penggrebekan lokasi penimbunan BBM selundupan oleh polisi.
Anggota TNI yang ada di lokasi bentrokan mengaku diminta menjaga keamanan lokasi penimbunan tanpa tahu bahwa barang yang dijaganya adalah BBM ilegal. Anggota TNI terluka karena pantulan peluru yang ditembakan petugas kepolisian untuk membuka jalan. Baik TNI maupun Polri sama-sama berjanji akan menindak tegas anggotanya yang bersalah dalam bentrok pertama itu.