Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia menilai pengadaan tiga kartu sakti Presiden Joko Widodo perlu dikaji ulang karena tumpang tindih dengan kebijakan serupa di sejumlah daerah. Kartu sakti tersebut adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Secara umum Ombudsman melihat kebijakan nasional soal kartu-kartu tersebut memang masih banyak reduplikasi di daerah," ujar Ketua Ombudsman Danang Girindrawardhana di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (22/11).
Menurutnya, sudah seharusnya Presiden Jokowi mengetahui bahwa pengadaan kartu tersebut menyebabkan
overlapping dan
overbudgeting.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira Pak Jokowi sadar betul bahwa kebijakan itu sangat
overlapping dengan kebijakan pemerintah daerah,” jelasnya.
Ia pun mengimbau Jokowi untuk menertibkan atau menghapus salah satu kebijakan bantuan sosial yang sudah berlaku di beberapa daerah agar tidak terjadi pertentangan fungsi dan berpotensi disalahgunakan.
Selain itu, jika duplikasi ini terus berlanjut dan tidak ada penertiban maka akan mengakibatkan pemborosan yang sungguh besar.
"
Overlapping-nya besar sekali. Di daerah hampir Rp 70-80 milyar per tahun. Untuk pendidikan gratis, kesehatan gratis, dikalikan sekian banyak daerah. Negara juga menerbitkan hal yang sama ini menjadi mubazir yang tidak boleh diteruskan, harus segera dihentikan mumpung belum sampai APBN 2015," tuturnya.
Menurut rencana, KKS akan menjangkau 17,2 juta keluarga, KIP menjangkau 24 juta jiwa, dan KIS 88,1 juta jiwa.
Selain itu, ada pula Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS) yang berbentuk kartu SIM seluler untuk menyalurkan bantuan non-tunai kepada 15,5 juta warga yang kurang mampu.
Saat ini, KSKS baru menjangkau 1 juta warga, sedangkan 14,5 juta lainnya diberi simpanan giro pos. Pada 2015, secara bertahap KSKS akan diberikan kepada 14,5 juta warga.