Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mendalami kasus pengadaan proyek e-KTP. Kali ini KPK memanggil dua petinggi perusahaan untuk kasus yang menjerat pejabat Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, sebagai tersangka.
"Mereka dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi S dalam kasus e-KTP," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, saat ditemui di kantornya, Selasa (25/11).
Dua petinggi perusahaan itu adalah Direktur PT Mega Guna Ganda Semesta Mulyadi Senjaya dan Direktur PT Lantas Bumi Lestari Aji Werdianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum diketahui apa kaitan kedua perusahaan tersebut dengan kasus proyek mangkrak di Kemendagri. Namun, PT Mega Guna Ganda Semesta pernah masuk dalam konsorsium yang ada di dalam bursa tender pengadaan e-KTP.
Hanya saja, perusahaan itu gagal menyabet tender senilai Rp 6 triliun karena konsorsium yang dinyatakan menang lelang e-KTP adalah konsrosium PNRI, yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT Sandhipala Arthapura, PT Len Industri (Persero), PT Quadra Solution.
Selain dua petinggi perusahaan, KPK juga memanggil tiga orang lainnya untuk diperiksa sebagai saksi. Mereka adalah PNS Kasubag pda Sesditjen Dukcapil Kemendagri, Endah Lestari; Pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Mahmud Toha; dan mantan plt Sekretaris Ditjen Administrasi Kependudukan Kemendagri, Malyono Mawar.
Pengadaan e-KTP merupakan royek pemerintah senilai Rp 6 triliun yang saat ini mangkrak. Proyek itu mandek setelah Sugiharto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pada saat kasus mencuat, Sugiharto menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Sugiharto disangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHPidana.