Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan armada bis Transjakarta dan peremajaan bus angkutan umum reguler tahun 2013, Budi Susanto, mengakui perusahaan miliknya mendatangkan bus Transjakarta yang tak sesuai standar.
Trans
"Secara rinci saya tidak tahu masing-masing kendaraan beratnya berapa. Ada yang melebihi batas, ada yang sangat ringan, di bawah 17 ribu ton," kata Direktur PT Mobilindo Armada Jaya tersebut ketika bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin petang (24/11).
Merujuk pada Kerangka Acuan Kerja, berat bus Trans Jakarta yang didatangkan tidak boleh lebih dari 26 ribu ton. Namun, perusahaan milik Budi mendatangkan sejumlah unit Transajakarta yang diketahui beratnya 27 ribu ton. Penyimpangan yang ditemukan tim ahli dari Universitas Gadjah Mada tersebut muncul saat mencuatnya penyidikan kasus korupsi.
Kendati demikian, ketika ditelisik ihwal motif penyimpangan kontrak tersebut, Budi mengaku tidak tahu. Pihaknya juga tidak memeriksa secara detil berat kendaraan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil, ada keuntungan pembayaran yang diterima PT Mobilindo Armada Jaya senilai Rp 9,375 miliar. "Apakah saudara mengembalikan uang yang melebihi?" ujar jaksa penuntut umum Erni Veronica Maramba di persidangan.
Menjawab pertanyaan jaksa, Budi mengaku sudah mengembalikan uang tersebut ke negara. "Saya kembalikan senilai Rp 9,375 miliar karena ada itikad baik dari kami," ujarnya.
Dalam fakta persidangan juga mencuat serah terima barang sebelum dilakukan uji tipe bus yang didatangkan dari Tiongkok tersebut.
"Kami mengajukan uji tipe tapi ditolak karena tabung (bus) belum bersertifikasi. Tapi kami memberikan surat keterangan Depnaker per tanggal 23 Februari 2014 yang menyatakan tabung layak," katanya bersaksi.
Namun Dinas Perhubungan Jakarta tetap menolak surat keterangan tersebut dan menginginkan sertifikasi. Sertifikasi tak dapat dilangsungkan lantaran berat tabung belum tercantum yang akan memengaruhi berat bus.
"Pihak Depnaker tidak punya alat untuk menimbang. Sementera untuk mengeluarkan sertifikasi harus mengunjungi pabrik langsung," katanya.
Uji tipe dan sertfikasi baru rampung diurus setelah serah terima barang. Padahal dalam kontrak, keduanya harus selesai sebelum barang diterima Dishub.
Budi Susanto bersaksi untuk terdakwa Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi I Dinas Perhubungan DKI Jakarta Setyo Tuhu dan Pejabat Pembuat Komitmen Drajad Adhyaksa.
Merujuk berkas dakwaan, keduanya dianggap telah melakukan metode penenunjukkan langsung tanpa lelang untuk menentukan perusahaan penggarap proyek. Setyo memenangkan empat perusahaan yang tidak memenuhi kualifikasi.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Korindo Motors, PT Mobilindo Armada Cemerlang, PT Ifani Dewi, dan PT Mekar Armada Jaya. Tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 juncto Perpres Nomor 35 Tahun 2011 juncto Perpres Nomor 70 Tahun 2012.
Dalam peraturan tersebut, penyedia barang atau jasa wajib memenuhi persyaratan memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis, dan manajerial untuk menyediakan barang atau jasa.
Dalam praktiknya, empat perusahaan pemenang tender tidak menyediakan bus sesuai spesifikasi teknis dan menyebabkan kerugian negara Rp 390 miliar. Bus yang dibeli tidak memenuhi persyaratan berat total kendaraan dan tidak memenuhi beban gandar maksimal.
Tidak hanya itu, semua bus merek Yutong dan Ankai Single tidak dilengkapi dengan
side impact bar untuk melindungi tabung gas dari benturan arah samping bus.
Atas tindak pidana tersebut, Setyo dan Drajad dinilai melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubab dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana. Setyo diancam 20 tahun penjara.