Penanganan guru honorer oleh pemerintah dinilai masih lemah dan berantakan. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) melihat pembuatan surat keputusan bersama menteri untuk status tenaga honorer diperlukan untuk atasi persoalan tersebut.
"Guru honorer itu ditelantarkan nasibnya tanpa kebijakan dan perlindungan hukum yang pasti oleh pemerintah," kata Danang Girindrawardana selaku Ketua ORI saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (26/11).
Danang mengatakan sejauh ini pemerintah sudah salah dalam membuat kebijakan terkait nasib tenaga honorer di Indonesia. Akibatnya, terjadi rekrutmen liar secara besar-besaran atas guru honorer di daerah-daerah di mana Pegawai Negeri Sipil (PNS) belum dialokasikan sejak 2000an. (Baca: Jokowi Diminta Perbaiki Nasib Guru Honorer)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekrutmen tersebut, katanya, dilakukan secara bebas oleh pihak sekolah tanpa peraturan ketat dari pemerintah pusat dan daerah.
"Setelah PNS ditempatkan, tenaga guru honorer ini jadi luntang-lantung nasibnya," ujar dia.
Pada 2012, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (kini Menpan RB) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Tolong, hasilkan kebijakan manusiawi yang kedepankan fakta dan bukan administrasi semata."Danang Girindrawardana, Ketua Ombudsman Republik Indonesia |
Melalui keputusan tersebut, kata Danang, sebanyak ratusan tenaga guru honorer berhasil mendapatkan kejelasan status kepegawaian mereka. Status tersebut didapatkan melalui tes rekrutmen sederhana yang ditetapkan oleh Kemenpan. Namun, katanya, jumlah yang diangkat masih belum sepadan dengan yang belum diangkat.
"Tahun ini, ketika pergantian menteri sudah terjadi, masih ada sekitar 200 ribu guru honorer yang menunggu nasibnya,"ujar dia.
Oleh karena itu, Danang mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah sebaiknya membuat surat keputusan bersama menteri mengenai nasib tenaga honorer, terutama mereka yang berasal dari golongan K2 atau telah bekerja selama delapan tahun.
"Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bisa duduk bersama bahas kejelasan tenaga honorer," kata dia.
Danang juga mengatakan pihaknya sudah sejak tiga tahun ini mendesak Kemenpan RB untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer. Pasalnya, Ombudsman mencatat lebih dari seribu guru honorer dari seluruh Indonesia datang ke ORI untuk mengadukan nasib mereka.
"Tapi belum ada kebijakan sama sekali dihasilkan oleh pemerintah. Padahal, penataan aparatur dan kebijakan makro, kan, ada di tangan kementerian ," ujar dia. "Tolong, hasilkan kebijakan manusiawi yang kedepankan fakta dan bukan administrasi semata."
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan akan lebih memperhatikan nasib guru. Hal tersebut diungkapkan Anies pada peringatan Hari Guru Nasional di Kemendikbud, Selasa pagi (25/11).
"Pemerintah berencana menetapkan upah minimum guru dalam waktu dekat ini. Yang terpenting gaji guru jangan sampai cuma Rp 150 ribu atau 200 ribu saja," ujarnya.