Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tak berwenang menggagalkan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada terpidana pembunuhan Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto. Mudzakkir, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menuturkan tak ada peraturan yang mendasari kewenangan tersebut.
"Presiden tidak punya wewenang untuk mengubah keputusan yang dibuat oleh Menteri Hukum dan HAM. Kalau Jokowi melakukan perubahan, dia telah melakukan intervensi terhadap undang-undang terkait hak konstitusional (narapidana)," ujar Mudzakkir kepada CNN Indonesia, Sabtu (29/11).
Lebih lanjut, profesor ilmu hukum tersebut menilai mandat pemberian bebas bersyarat untuk tahanan sudah didelegasikan ke Menteri Hukum dan HAM. "Penilaian obyektif terhadap seseorang anak binaan lembaga pemasyarakatan adalah wewenang delegatif dan diserahkan ke menteri. Presiden tidak menguasai," ucapnya.
Presiden tidak punya wewenang untuk mengubah keputusan yang dibuat oleh Menteri Hukum dan HAM.Mudzakkir |
Penilaian tersebut merujuk pada Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Hak Narapidana bahwa setiap narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Syarat tersebut yaitu telah menjalani masa pidana paling singkat dua pertiga hukuman, berkelakuan baik selama menjalani masa pidana, baik, tekun, bersemangat, serta dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana. Apabila telah memenuhi syarat, narapidana dibebaskan dengan penetapan melalui Keputusan Menteri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau selama dua pertiga menjalani sesuai dengan aturan dan tidak ada pelanggaran, itu haknya dia. Kalau hak harus dipenuhi, kecuali ada alasan tertentu seperti melarikan diri," ujarnya.
Selain itu, Mudzakkir berpendapat presiden tidak bisa memberatkan hukuman seseorang tetapi hanya bisa meringankan. "Presiden bisa memberikan grasi,amnesti, abolisi, dan rehabilitasi," ucapnya. Keempat bentuk keringaanan tersebut dapat diberikan oleh seorang kepala negara dan diatur dalam undang-undang.
Terhitung hari ini, pemerintah memberikan pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus. Kepala Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin mengonfirmasi ihwal pembebasan bersyarat tersebut. Meski demikian pihaknya mengatakan keluarnya Pollycarpus dari Lapas Sukamiskin masih menunggu proses laporan dari pihak terkait.
Sebelumnya, mantan pilot PT Garuda Indonesia Tbk tersebut divonis 14 tahun penjara oleh majelis hakim Mahkamah Agung setelah Peninjauan Kembali (PK) yang kedua diajukan. PK bernomor 133 PK/PID/2011 tersebut diputus pada tanggal 2 Oktober 2013. Pollycarpus sudah menjalani masa penahanan selama 8 tahun 11 bulan sejak vonis dibacakan pada 20 Desember 2005.
Pollycarpus terbukti membunuh pegiat HAM, Munir, pada tanggal 7 September 2004. Saat itu, dirinya tengah menjadi pilot penerbangan Munir dari Jakarta menuju Belanda. Dari hasil otopsi, tim penyidik menemukan senyawa arsenik di tubuh Munir. Polly diyakini sebagai eksekutor dalam kasus tersebut.